Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengumumkan rencana untuk mengajukan gugatan class action terhadap pemerintah dan manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dianggap ilegal.
Latar Belakang PHK Massal di Sritex
PHK massal ini terjadi setelah PT Sritex dinyatakan pailit oleh pengadilan. Akibatnya, sekitar 8.400 karyawan terkena dampak PHK. Namun, Partai Buruh dan KSPI menilai bahwa proses PHK tersebut tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menyatakan bahwa PHK tersebut dilakukan tanpa melalui mekanisme bipartit antara serikat pekerja dan manajemen perusahaan, serta tidak dilanjutkan ke tahap tripartit bersama mediator dari dinas tenaga kerja. Selain itu, buruh diminta secara individual untuk mendaftarkan PHK, yang diduga disertai intimidasi.
Gugatan class action ini akan diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pihak yang akan digugat meliputi Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri Tenaga Kerja, Wakil Menteri Tenaga Kerja, Menteri Investasi, serta pimpinan perusahaan Sritex.
Presiden KSPI yang juga Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, menegaskan bahwa langkah hukum ini merupakan bentuk citizen lawsuit atau perlawanan warga negara terhadap negara.
“Kami akan gugat sebagai tergugat, kita bongkar habis apa yang sedang terjadi dengan Sritex. Paling lambat satu minggu hingga sepuluh hari ke depan, kami akan membentuk tim hukum dan memasukkan gugatan tersebut,” ujar Iqbal dalam konferensi pers yang digelar pada Minggu (2/3/2025).
Rencana Aksi Demonstrasi
Selain gugatan hukum, Partai Buruh dan KSPI juga merencanakan aksi demonstrasi besar-besaran pada 5 Maret 2025 di Istana Negara dan Kementerian Ketenagakerjaan. Aksi ini sebagai bentuk protes terhadap PHK massal yang dianggap ilegal dan untuk mendukung pemerintahan yang bersih.
Melalui gugatan ini, Partai Buruh dan KSPI berharap dapat membongkar dugaan pelanggaran dalam proses PHK massal di Sritex dan memastikan hak-hak buruh terpenuhi sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Mereka juga menekankan pentingnya transparansi dan keadilan dalam proses restrukturisasi perusahaan yang mengalami pailit.