Manyalaco – Komisi II DPR RI mempercepat pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Revisi ini termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025.
Revisi Dinilai Terlalu Sempit
Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menyebut revisi yang diusulkan hanya menyasar satu pasal. Pasal tersebut mengatur pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pejabat tinggi ASN yang rencananya akan ditarik langsung ke presiden.
“Jadi hanya mengubah satu pasal, saya enggak hapal isinya itu, tapi isinya itu pengangkatan, pemberhentian, dan pemindahan pimpinan tinggi, pimpinan tinggi pratama, pimpinan tinggi madya ditarik ke presiden,” kata Zulfikar saat ditemui di kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (15/4/2025).
Ia menilai langkah ini berpotensi menghilangkan semangat desentralisasi yang dijamin dalam konstitusi. “Menafikan negara kesatuan desentralisasi, kan? Menafikan otonomi yang seluas-luasnya di UUD dinyatakan, termasuk menafikan kewenangan pejabat bina kepegawaian,” ujarnya.
Kritik Sentralisasi Kewenangan
Zulfikar menolak sentralisasi kewenangan ke pemerintah pusat. Menurutnya, hal ini bisa melemahkan otonomi daerah dan mengganggu sistem pemerintahan yang telah berjalan.
Selain itu, ia juga mendorong agar pembahasan revisi UU Pemilu dikembalikan ke Komisi II. Saat ini, RUU Pemilu masih berada di tangan Badan Legislasi (Baleg) sebagai pengusul utama.
“Kami sudah lobi ke pimpinan dan terakhir saya bincang-bincang dengan wakil ketua DPR dari Golkar, sudah ada arah untuk mengembalikannya ke Komisi II,” jelasnya.
Netralitas ASN Jadi Sorotan
Ketua Komisi II DPR, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyampaikan bahwa revisi UU ASN akan mulai dibahas pada Februari 2025. Proses pembahasan akan dilakukan setelah naskah akademik selesai disusun.
“Tergantung mereka (Badan Keahlian DPR). Ya, saya sih target ini sudah mulai masuk pembahasan ke komisi di masa sidang ini,” ujar Rifqi di Kompleks Parlemen, Kamis (30/1/2025).
Rifqi menegaskan bahwa salah satu tujuan revisi adalah memastikan netralitas ASN dalam pemilihan kepala daerah. Banyak laporan menunjukkan keterlibatan ASN dalam politik praktis.
“Secara normatif mereka dituntut untuk netral, tapi di sisi yang lain karier mereka sangat tergantung dari situasi politik, terutama hasil pilkada di provinsi, kabupaten, kota masing-masing,” katanya.
Perlu Posisi Aman untuk ASN
Ia menekankan pentingnya posisi yang aman bagi ASN, terutama mereka yang menjabat di posisi strategis. “Untuk menjaga netralitas, sistem merit pada sisi yang lain, dan tidak terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik praktis, kita perlu merumuskan kembali kira-kira bagaimana positioning ASN,” tutup Rifqi.