Manyala.co – Ribuan pengemudi ojek online, taksi daring, dan kurir di seluruh Indonesia direncanakan akan menghentikan aktivitas secara massal alias off bid pada Selasa, 20 Mei 2025. Aksi ini juga akan diikuti dengan demonstrasi nasional sebagai bentuk penolakan terhadap skema pemotongan pendapatan oleh perusahaan aplikasi.
Lily Pujiati, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), dalam pernyataan tertulisnya pada Senin (19/5/2025), menyampaikan bahwa seluruh mitra driver diminta untuk menghentikan penggunaan aplikasi di wilayah mana pun platform beroperasi. Mereka juga akan turun ke jalan bersama berbagai komunitas pengemudi ojol, taksol, dan kurir.
Menurut Lily, aksi ini dilatarbelakangi oleh sistem kerja yang semakin memberatkan. Ia menyoroti pemotongan hingga 70 persen yang dilakukan oleh perusahaan terhadap tarif yang dibayarkan pelanggan. Misalnya, dari total pembayaran pelanggan sebesar Rp 18.000 untuk layanan antar makanan, pengemudi hanya menerima sekitar Rp 5.200.
Lily menyebut kondisi ini sebagai bentuk eksploitasi dan menuntut agar potongan maksimal dari platform hanya sebesar 10 persen, atau jika memungkinkan dihapuskan sama sekali. Ia juga meminta adanya kejelasan soal struktur tarif untuk layanan penumpang, pengantaran barang, dan makanan yang lebih adil.
SPAI menolak skema prioritas pesanan yang dianggap diskriminatif karena hanya menguntungkan pengemudi tertentu. Beberapa skema yang dipersoalkan seperti GrabBike Hemat, slot pesanan, sistem argo rendah di Gojek, sistem hub pada ShopeeFood, serta sistem prioritas di berbagai aplikasi lain seperti Maxim, Lalamove, InDrive, Deliveree, dan Borzo.
Tak hanya soal pemotongan dan prioritas, SPAI juga mendesak Kementerian Ketenagakerjaan untuk membuat regulasi khusus sebagai payung hukum yang melindungi driver ojol. Aturan ini diharapkan bisa masuk dalam revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan yang sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
Di sisi lain, Asosiasi Garda Indonesia juga turut menyuarakan rencana turun ke jalan. Ketua Umumnya, Raden Igun Wicaksono, menyampaikan bahwa aplikator telah melanggar sejumlah regulasi yang berlaku dan terus merugikan mitra driver. Ia menilai pemerintah selama ini membiarkan praktik pelanggaran tersebut tanpa tindakan tegas.
Igun merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 1001 Tahun 2022 yang mengatur bahwa biaya sewa aplikasi tidak boleh melebihi 15 persen, ditambah 5 persen untuk program kesejahteraan driver. Namun dalam praktiknya, banyak perusahaan platform menetapkan potongan jauh di atas batas tersebut.
“Kesabaran pengemudi sudah sangat diuji sejak 2022, dan sampai hari ini masih terus dipermainkan,” ujarnya menegaskan.
Aksi besar-besaran ini diprediksi akan berdampak pada lumpuhnya layanan transportasi daring di beberapa kota besar pada hari pelaksanaan.