Manyala.co – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), tengah mempersiapkan penerapan kebijakan Zero Over Dimension Over Load (Zero ODOL) secara nasional, dengan target implementasi efektif dimulai pada tahun 2026.
Kebijakan ini bertujuan untuk menekan kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp 43 triliun per tahun akibat kerusakan jalan dari truk bermuatan berlebih, sekaligus menekan tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kendaraan jenis ini. Dalam rapat kerja lintas sektor yang digelar di Kantor Kemenko IPK, Jakarta, Selasa (6/5/2025), AHY menyatakan bahwa pembahasan dan persiapan akan terus melibatkan berbagai pemangku kepentingan secara menyeluruh.
“Kita sedang targetkan mulai tahun depan digulirkan, dan 2026 diimplementasikan penuh. Tapi tentu, kebijakan ini tidak bisa dipaksakan seragam di semua daerah. Kita perlu dengar suara pelaku usaha dan pemerintah daerah,” ujar AHY.
Zero ODOL dan Tantangan dari Sektor Industri
Sejak pertama kali diwacanakan, rencana Zero ODOL menghadapi berbagai penolakan, khususnya dari kalangan pengusaha logistik. Salah satu kekhawatiran mereka adalah potensi lonjakan biaya distribusi yang bisa berdampak pada naiknya harga barang, terutama bahan pokok seperti beras, cabai, dan minyak goreng.
Namun, AHY menanggapi kekhawatiran tersebut dengan hati-hati. Ia menyebut, klaim bahwa tanpa ODOL biaya logistik akan naik dua kali lipat masih perlu dibuktikan melalui kajian mendalam.
“Tentu kita tidak ingin memberatkan pelaku usaha. Tapi kita juga harus jujur melihat kerugian negara dan nyawa masyarakat yang terancam akibat ODOL. Klaim kenaikan harga barang harus diuji secara objektif,” tegasnya.
Kawasan Industri Jadi Titik Fokus Uji Coba
AHY mengungkapkan bahwa salah satu strategi pemerintah adalah menetapkan pilot project di beberapa daerah. Jawa Barat, yang saat ini memiliki 54 dari total 134 kawasan industri nasional, disebut sebagai kandidat kuat untuk menjadi lokasi awal implementasi Zero ODOL.
“Jawa Barat bisa jadi contoh signifikan. Dampak kebijakan bisa kita amati langsung dan menjadi tolok ukur bagi wilayah lain seperti Kalimantan atau Sulawesi, yang tentu punya karakteristik berbeda,” katanya.
Ia menambahkan bahwa setiap wilayah akan memiliki pendekatan kebijakan yang bisa disesuaikan secara spesifik, tergantung pada kondisi infrastruktur dan aktivitas ekonominya.
Perkuat Teknologi dan Pengawasan Jalan
Pemerintah juga berencana meningkatkan teknologi pemantauan dengan memperluas penggunaan sistem Weight In Motion (WIM) yang dapat mengukur berat dan dimensi kendaraan secara otomatis saat melaju di jalan. Sistem ini nantinya akan terintegrasi secara elektronik untuk mendukung penindakan yang cepat dan tepat.
AHY menegaskan pentingnya pengawasan yang dimulai dari kawasan industri hingga ke jalan utama. “Dengan pengawasan berbasis teknologi, kita bisa memastikan kendaraan yang melintasi jalan nasional sesuai standar,” jelasnya.
ODOL: Ancaman Keselamatan yang Tidak Bisa Diabaikan
Data menunjukkan bahwa truk ODOL menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas terbanyak kedua setelah sepeda motor. Mayoritas kecelakaan terjadi karena kegagalan teknis, seperti rem blong, akibat muatan melebihi batas kemampuan kendaraan.
“Kecelakaan akibat ODOL tidak hanya merugikan pelakunya, tapi juga sering kali melibatkan pengguna jalan lain yang tidak bersalah. Ini menyangkut keselamatan jiwa,” tutur AHY dengan tegas.
Langkah Strategis Jangka Panjang
Untuk mempercepat realisasi Zero ODOL, pemerintah kini tengah menyusun formula kebijakan yang tidak hanya nasional, tetapi juga adaptif terhadap kondisi lokal. Sejumlah kementerian dan lembaga seperti Kemenhub, Kementerian Perdagangan, Kepolisian, hingga BPS turut dilibatkan dalam perumusan kebijakan tersebut.
“Kita tidak bisa hanya memilih antara ekonomi dan keselamatan. Keduanya harus berjalan beriringan. Tahun 2025 akan jadi masa transisi penting menuju Indonesia bebas ODOL di tahun 2026,” tutup AHY.