Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mengumumkan penambahan tarif sebesar 25% untuk produk dari Meksiko dan Kanada, yang akan mulai berlaku pada 4 Maret 2025. Selain itu, Trump juga menambahkan tarif 10% untuk impor dari China sebagai respons terhadap peredaran fentanil yang masih marak di AS. Dengan kebijakan ini, total tarif yang dikenakan terhadap China meningkat menjadi 20%.
Langkah ini berpotensi memperburuk ketegangan perdagangan antara AS dan China, yang berdampak pada harga minyak dunia. Setelah pengumuman kebijakan tersebut, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 1,47% dalam 24 jam ke level US$69,3 per barel, sementara minyak Brent mengalami penurunan 1,27% ke level US$72,6 per barel.
Selain faktor perang tarif, pertumbuhan ekonomi AS yang melambat pada kuartal IV-2024 turut menambah tekanan pada harga minyak dunia. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan kenaikan klaim tunjangan pengangguran yang melonjak lebih dari perkiraan pada minggu sebelumnya, menandakan pasar tenaga kerja AS yang terus melambat. Di tengah gejolak ekonomi global tersebut, Organisasi
Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) dan sekutunya tengah mempertimbangkan produksi minyak pada April mendatang untuk menstabilkan pasar.
Selain itu, ketegangan di Timur Tengah juga mempengaruhi harga minyak, dengan Israel berunding memperpanjang gencatan senjata di Gaza. Secara teknis, harga minyak berpotensi menemui posisi resistance terdekat di level US$73 per barel. Namun, apabila menemui katalis negatif, harga berpotensi turun ke support terdekat di level US$68 per barel.
Secara keseluruhan, penambahan tarif oleh Trump terhadap China dan negara lainnya telah menambah tekanan pada harga minyak dunia, yang sudah terpengaruh oleh perlambatan ekonomi dan ketegangan geopolitik.