Manyala.co – Nilai tukar rupiah mengalami penguatan tipis pada penutupan perdagangan hari ini di pasar spot Jakarta. Mata uang Garuda tercatat menguat sebesar 9 poin atau 0,05 persen, menjadi Rp16.787 per dolar Amerika Serikat (AS), berbanding dengan posisi sebelumnya yang berada di Rp16.796 per dolar AS.
Penguatan ini diungkapkan oleh Ibrahim Assuabi, pengamat mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka. Menurutnya, salah satu faktor yang mempengaruhi penguatan rupiah adalah keputusan Presiden AS Donald Trump yang memutuskan untuk tidak menerapkan tarif 145 persen terhadap produk elektronik asal China.
“Langkah tersebut menawarkan sedikit kelegaan bagi perusahaan-perusahaan besar AS dengan eksposur impor yang besar ke China,” jelas Ibrahim dalam keterangannya yang diterima di Jakarta pada Senin (14/4).
Pemerintah AS, seperti yang diberitakan oleh Anadolu Agency, mengumumkan bahwa sekitar 20 jenis produk elektronik—termasuk ponsel pintar, komputer, router, chip semikonduktor, dan perangkat serupa lainnya—akan dikecualikan dari tarif tinggi yang diterapkan kepada negara-negara lain, termasuk China.
Namun demikian, kekhawatiran tetap ada, mengingat bahwa Presiden Trump dikabarkan masih bersiap untuk mengumumkan tarif impor sebesar 20 persen untuk barang-barang elektronik lainnya. Keputusan ini semakin memicu ketidakpastian di pasar, apalagi setelah China sebelumnya membalas kebijakan tarif AS dengan tarif balasan sebesar 125 persen.
“Perang dagang yang mengerikan antara ekonomi terbesar dunia diperkirakan akan mengguncang rantai pasokan global dan pertumbuhan ekonomi, dengan (perkiraan) setidaknya 50 persen kemungkinan resesi AS tahun ini,” ungkap Ibrahim.
Sementara itu, Kurs JISDOR (Jakarta Interbank Spot Dollar Rate) yang dirilis oleh Bank Indonesia pada hari ini juga menunjukkan penguatan nilai tukar rupiah. Kurs tersebut tercatat menguat ke posisi Rp16.773 per dolar AS, naik dari sebelumnya yang berada di Rp16.805 per dolar AS.
Walaupun penguatan ini terbilang kecil, faktor global yang lebih stabil dapat memberikan harapan bagi rupiah dalam jangka pendek. Namun, risiko ketegangan dagang yang belum selesai dan kekhawatiran terhadap resesi tetap menjadi perhatian bagi pasar ke depan.