Manyala.co – Pembentukan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Optimalisasi Penerimaan Negara oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tak hanya mencuri perhatian karena mandat strategisnya, tetapi juga karena figur di balik kepemimpinannya. Herry Muryanto dipercaya sebagai Kepala Satgassus, dengan Novel Baswedan menduduki posisi Wakil Kepala. Penunjukan Novel, mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjadi sorotan tajam karena rekam jejaknya yang kuat dalam pemberantasan korupsi.
Satgassus ini hadir dengan misi mengawal peningkatan pendapatan negara, khususnya dari sektor-sektor non-pajak seperti perikanan, energi, dan sumber daya alam lainnya. Dalam beberapa bulan terakhir, tim Satgassus telah melakukan koordinasi aktif dengan sejumlah kementerian seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Mereka bahkan turun langsung ke lapangan untuk memetakan potensi penerimaan dan mengidentifikasi hambatan yang menghalangi masuknya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Langkah Polri ini memunculkan reaksi beragam dari berbagai kalangan, termasuk pengamat antikorupsi. Peneliti dari Pusat Studi Anti-Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, menilai pembentukan Satgassus ini merupakan indikasi bahwa KPK dianggap belum optimal dalam upaya pemulihan kerugian negara.
“Ini bisa dilihat sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap efektivitas KPK dalam aspek asset recovery. Maka pembentukan Satgassus oleh Polri menjadi alternatif untuk mengisi kekosongan tersebut dalam konteks penegakan hukum yang berkaitan dengan penerimaan negara,” ujar Herdiansyah, Rabu (18/6/2025).
Namun ia juga menegaskan bahwa efektivitas Satgassus akan sangat bergantung pada legitimasi kewenangan yang diberikan serta kepercayaan publik terhadap institusi dan individu yang terlibat di dalamnya. Dalam hal ini, keberadaan Novel Baswedan dinilai bisa menjadi penguat kredibilitas, jika didukung penuh oleh struktur dan otoritas yang memadai.
Sosok Novel sendiri sudah lama dikenal luas oleh publik. Lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1998 ini memulai karier di tubuh Polri sebelum akhirnya bergabung dengan KPK. Di lembaga antirasuah tersebut, ia menangani banyak kasus besar hingga menjadi figur simbolik perlawanan terhadap korupsi. Namun kariernya sempat terganggu oleh tragedi penyiraman air keras yang terjadi pada 11 April 2017. Peristiwa ini membuat kedua matanya mengalami kerusakan parah dan memaksanya menjalani perawatan panjang di Singapura.
Serangan tersebut menjadi isu nasional yang mengundang empati publik serta kritik keras terhadap penanganan penegakan hukum di Indonesia. Meskipun pelaku akhirnya ditangkap dan diadili, proses yang lamban dan tidak transparan menimbulkan berbagai spekulasi dan kekecewaan terhadap aparat penegak hukum.
Setelah diberhentikan secara hormat dari KPK pada 30 September, Novel kembali ke Polri sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Desember 2021. Kini, dengan jabatan barunya di Satgassus, ia kembali mengambil peran strategis dalam upaya menjaga integritas keuangan negara.
Beberapa kegiatan Satgassus yang telah dilaporkan termasuk kunjungan ke pelabuhan-pelabuhan perikanan seperti di Probolinggo, Jawa Timur, dan Benoa, Bali. Dari kunjungan tersebut, ditemukan sejumlah kendala, seperti kapal-kapal penangkap ikan di atas 12 mil laut yang belum mengantongi izin resmi. Akibatnya, hasil tangkapan dari kapal tersebut tidak bisa dikenai pungutan PNBP. Padahal, potensi penerimaan dari sektor perikanan dinilai cukup besar.
Ketua Tim Satgassus Sektor Perikanan, Hotman Tambunan, menyatakan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan pemetaan menyeluruh terhadap permasalahan tersebut. Mereka turut melibatkan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor untuk menyusun solusi jangka pendek maupun panjang yang mampu meningkatkan penerimaan negara secara signifikan.
Dengan pendekatan yang lebih taktis dan kolaboratif, Satgassus diharapkan mampu menjadi jembatan antara penegakan hukum dan kebijakan fiskal. Kehadiran tokoh seperti Novel Baswedan di dalamnya memberi harapan bahwa optimalisasi penerimaan negara bisa berjalan lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada perbaikan sistemik.
Namun, semua itu hanya akan efektif jika didukung oleh kemauan politik yang kuat, struktur hukum yang jelas, dan pengawasan publik yang ketat. Perjalanan Satgassus masih panjang, namun langkah awal ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai mencari cara-cara baru untuk menjaga stabilitas fiskal melalui penguatan fungsi kontrol di sektor penerimaan negara.