Manyala.co – Sidang kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan kembali memunculkan sorotan publik setelah nama dua mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan Enggartiasto Lukita, muncul dalam dakwaan. Tom Lembong yang kini duduk sebagai terdakwa menyampaikan bahwa kebijakan impor gula sudah berlangsung sebelum masa jabatannya dan terus berlanjut setelah dirinya lengser dari posisi menteri.
“Importasi gula seperti yang kami lakukan itu sudah merupakan kebijakan rutin, berlangsung lama, bahkan jauh sebelum saya menjabat dan terus berlanjut hingga saat ini,” ujar Tom saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (19/6/2025).
Ia menegaskan bahwa seluruh proses impor telah diatur sesuai ketentuan dan merupakan refleksi dari struktur dan kebutuhan sektor industri secara nasional.
Di sisi lain, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung membeberkan bahwa praktik korupsi impor gula melibatkan sembilan petinggi dari sejumlah perusahaan swasta yang diduga merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp578 miliar. Perusahaan-perusahaan tersebut tercatat mengajukan Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) kepada dua nama mantan menteri tersebut, yaitu Tom Lembong dan Enggartiasto Lukita, tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa melalui koordinasi antarinstansi.
Persetujuan impor tersebut diduga sengaja diupayakan oleh para terdakwa untuk memuluskan penugasan pembentukan stok gula nasional dan stabilisasi harga melalui kerja sama dengan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Induk Koperasi Kartika (INKOPKAR), dan Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL). Masalahnya, perusahaan-perusahaan tersebut diketahui hanya berizin sebagai produsen gula rafinasi dan tidak memiliki kewenangan untuk memproduksi gula kristal putih untuk konsumsi pasar.
Dalam prosesnya, importasi gula dilakukan ketika produksi gula nasional justru sedang mencukupi. Beberapa pengajuan izin bahkan dilakukan pada musim giling, saat pasokan dari petani dalam negeri sedang tinggi. Salah satu kasus yang mencuat adalah pengajuan izin impor oleh Tony Wijaya Ng dari PT Angels Products kepada Tom Lembong pada 2015. Padahal, saat itu pasar dalam negeri tidak mengalami kekurangan pasokan.
Gula rafinasi yang seharusnya hanya diperuntukkan bagi kebutuhan industri justru didistribusikan ke pasar umum melalui kerja sama operasi pasar dengan INKOPKAR. Praktik ini dinilai melanggar ketentuan dan telah memberikan keuntungan tidak sah kepada para pelaku usaha.
Jaksa juga mengungkap bahwa selama periode 27 Juli 2016 hingga 20 Oktober 2019, Enggartiasto Lukita menerbitkan tujuh izin impor gula tanpa adanya pembahasan lintas kementerian dan tanpa rekomendasi dari Kemenperin. Izin-izin tersebut diberikan dalam rangka penugasan stok dan stabilisasi harga, namun dilakukan tanpa dasar hukum yang lengkap.
Rincian Dugaan Keuntungan Tidak Sah dari Perusahaan:
- Tony Wijaya Ng (PT Angels Products): Rp150,8 miliar dari kerja sama dengan INKOPKAR, INKOPPOL, dan PT PPI
- Then Surianto Eka Prasetyo (PT Makassar Tene): Rp39,2 miliar dari kerja sama dengan INKOPPOL dan PT PPI
- Hansen Setiawan (PT Sentra Usahatama Jaya): Rp41,3 miliar dari kerja sama dengan INKOPPOL dan PT PPI
- Indra Suryaningrat (PT Medan Sugar Industry): Rp77,2 miliar dari kerja sama dengan INKOPPOL dan PT PPI
- Eka Sapanca (PT Permata Dunia Sukses Utama): Rp32 miliar dari kerja sama dengan INKOPPOL dan PT PPI
- Wisnu Hendraningrat (PT Andalan Furnindo): Rp60,9 miliar dari kerja sama dengan INKOPPOL dan PT PPI
- Hendrogiarto A. Tiwow (PT Duta Sugar International): Rp41,2 miliar dari kerja sama dengan PT PPI
- Hans Falita Hutama (PT Berkah Manis Makmur): Rp74,5 miliar dari kerja sama dengan INKOPPOL, PT PPI, dan SKKP TNI-Polri
- Ali Sandjaja Boedidarmo (PT Kebun Tebu Mas): Rp47,8 miliar dari kerja sama dengan PT PPI
Para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atas peran aktif mereka dalam memperkaya diri sendiri maupun perusahaan dengan cara melanggar hukum.
Kini, perhatian publik tertuju pada jalannya proses hukum di Pengadilan Tipikor yang akan menentukan sejauh mana pertanggungjawaban para pihak, termasuk kemungkinan keterlibatan dua mantan menteri dalam skandal yang merugikan negara ratusan miliar rupiah tersebut.