Manyala.co – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto agar menetapkan tanggal 3 April sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui keputusan presiden (keppres).
Menurutnya, tanggal tersebut bersejarah karena pada 3 April 1950, Mohammad Natsir menyampaikan mosi integral di parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS), yang menjadi dasar kembalinya bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan. “Selama ini sudah ada Hari Nasional seperti Hari Pancasila dan Hari Konstitusi sebagai pilar penting bangsa. Maka penting Presiden Prabowo di awal masa pemerintahannya bisa menetapkan Hari NKRI pada 3 April,” kata Hidayat dalam keterangannya, Jumat (4/4).
Hidayat juga menyinggung bahwa Partai Sosialis Indonesia (PSI), yang dipimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo, ayah Presiden Prabowo, merupakan salah satu pihak yang mendukung mosi integral Natsir. “PSI yang didirikan/pimpin oleh Sumitro Djojohadikusumo, Ayah Presiden Prabowo, juga termasuk partai yang secara aklamasi mendukung mosi integral itu,” ucapnya.
Ia menekankan bahwa mosi tersebut membuktikan bahwa umat Islam melalui Partai Masyumi berperan menyelamatkan NKRI, bukan justru menjadi ancaman terhadapnya. “Dengan penetapan 3 April sebagai Hari NKRI, ke depan tidak ada lagi upaya memecah belah bangsa dengan menuduh umat Islam anti-NKRI. Padahal justru mereka yang menyelamatkan NKRI,” jelas Hidayat.
Secara konstitusional, lanjutnya, bentuk negara kesatuan sudah ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 dan dipertegas dalam Pasal 37 ayat (5) sebagai ketentuan yang tidak dapat diamandemen.
Usulan ini sebelumnya sempat diajukan ke Presiden Joko Widodo, namun belum terealisasi. Kini, ia berharap Presiden Prabowo dapat merealisasikannya sebagai langkah awal bersejarah pemerintahannya. “Presiden Prabowo dapat mengambil langkah mensejarah, apalagi beliau sering menekankan pentingnya persatuan nasional,” tambahnya.
Selain untuk memperkuat semangat kebangsaan, penetapan Hari NKRI juga dinilai bisa menjadi pesan moral bagi dunia internasional, termasuk negara yang tengah memperjuangkan kemerdekaan seperti Palestina.
“Menjaga komitmen keagamaan dan kebangsaan secara bersama-sama tetap diperlukan dan bisa dilakukan. Itu membawa hadirnya kemaslahatan,” pungkasnya.