Basuki Tjahaja Purnama, yang akrab disapa Ahok, baru-baru ini memberikan pernyataan terbuka mengenai dugaan korupsi di PT Pertamina (Persero) yang mencapai Rp193 triliun. Ahok, yang menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina hingga awal 2024, menyesalkan keputusan pemerintah yang tidak menunjuknya sebagai Direktur Utama (Dirut) untuk memberantas praktik korupsi di perusahaan tersebut.
Dalam sebuah wawancara yang diunggah oleh akun TikTok seputarceritakita pada Jumat (28/2/2025), Ahok menyatakan bahwa sebagai Komisaris Utama, ia tidak memiliki wewenang eksekutif untuk melakukan perubahan signifikan dalam memberantas korupsi di Pertamina.
Ia menegaskan bahwa posisi Dirut akan memberinya kekuasaan lebih besar untuk melakukan reformasi internal. Ahok juga menyoroti perbedaan signifikan antara gaji Dirut dan Komisaris Utama di Pertamina, di mana honorarium Komisaris Utama adalah sebesar 45% dari gaji Dirut.
Pernyataan terbuka Ahok mengenai dugaan korupsi di Pertamina memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk elite Partai Demokrat, Andi Arief, yang mempertanyakan efektivitas peran Ahok selama menjabat sebagai Komisaris Utama dalam mencegah praktik korupsi di tubuh Pertamina.
Ahok juga sempat diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) di Pertamina periode 2011-2021. Setelah menjalani pemeriksaan pada Kamis (9/1/2025), Ahok menyatakan bahwa kontrak pengadaan LNG tersebut terjadi sebelum masa jabatannya sebagai Komisaris Utama dan baru terungkap pada Januari 2020.
Beberapa pernyataan penting yang disampaikan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) antara lain:
- Penemuan Kontrak Bermasalah: Ahok mengungkapkan bahwa kontrak pengadaan gas alam cair (LNG) yang bermasalah ditemukan pada Januari 2020, saat ia menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina. Ia menekankan bahwa kontrak tersebut dibuat sebelum masa jabatannya, namun baru teridentifikasi masalahnya di masa kepemimpinannya.
- Potensi Kerugian Akibat Kontrak LNG: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa ada potensi kerugian sebesar USD 337 juta yang dialami Pertamina pada tahun 2020 akibat kontrak-kontrak LNG. Ahok diperiksa terkait perannya dalam mengidentifikasi dan menindaklanjuti temuan tersebut.
- Permintaan Audit Internal: Sebagai Komisaris Utama, Ahok dan Dewan Komisaris meminta Direksi Pertamina untuk mendalami enam kontrak LNG yang dianggap bermasalah. Langkah ini menunjukkan upaya internal untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi penyimpangan dalam pengadaan LNG.
Pernyataan-pernyataan tersebut menyoroti respons Ahok dalam mengungkap dan menindaklanjuti dugaan korupsi di Pertamina, meskipun kontrak bermasalah tersebut dibuat sebelum masa jabatannya sebagai Komisaris Utama.
Ahok Tantang Sidang Terbuka
Ahok, menyatakan kesiapannya untuk diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023. Ahok mengklaim memiliki bukti rekaman rapat yang dapat mendukung keterangannya dan menantang agar sidang kasus tersebut digelar secara terbuka.
Ahok menegaskan bahwa dirinya siap memberikan keterangan dan berharap proses hukum berjalan transparan demi mengungkap kebenaran dalam kasus ini.
Kasus dugaan korupsi di Pertamina ini menyoroti tantangan besar dalam upaya reformasi dan transparansi di badan usaha milik negara tersebut. Penting bagi pemerintah dan manajemen Pertamina untuk mengambil langkah tegas dalam memberantas praktik korupsi guna memastikan integritas dan kinerja perusahaan yang optimal.