Pada awal tahun 2025, PT Yamaha Music Indonesia mengumumkan penutupan dua pabriknya di Indonesia, yang berlokasi di Cibitung, Bekasi, dan Jakarta. Keputusan ini berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.100 karyawan, dengan rincian 400 pekerja di pabrik Cibitung dan 700 pekerja di Jakarta.
Penutupan pabrik-pabrik ini disebabkan oleh relokasi produksi ke negara asal perusahaan, Jepang, serta sebagian ke China. Langkah ini diambil sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan efisiensi operasional dan menekan biaya produksi.
Presiden Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyatakan bahwa PHK massal ini menjadi alarm bagi industri elektronik di Indonesia. Ia menekankan perlunya langkah antisipatif dari pemerintah untuk mencegah peningkatan angka pengangguran dan keruntuhan industri nasional.
Selain PT Yamaha Music Indonesia, perusahaan elektronik asal Jepang lainnya, PT Sanken Indonesia, juga mengumumkan penutupan pabriknya di Cikarang pada Juni 2025, yang berdampak pada PHK terhadap 900 karyawan. Penutupan ini juga terkait dengan relokasi produksi ke Jepang.
Gelombang PHK di sektor elektronik ini menambah daftar panjang perusahaan yang menghentikan operasinya di Indonesia. Sebelumnya, pada Februari 2024, PT Hung-A Indonesia, produsen ban asal Korea Selatan, menutup pabriknya di Cikarang dan merelokasi produksinya ke Vietnam, yang mengakibatkan PHK terhadap 1.500 karyawan.
Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan bahwa hingga Oktober 2024, sekitar 59.796 pekerja di berbagai daerah di Indonesia terdampak PHK. Angka ini mengalami kenaikan sekitar 25.000 pekerja dalam tiga bulan terakhir.
Situasi ini menuntut perhatian serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk menjaga stabilitas industri dan kesejahteraan pekerja di Indonesia.