Manyala.co – Sejak resmi menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi langsung tancap gas dengan sejumlah kebijakan yang cukup mengundang perhatian publik. Fokusnya cukup jelas: membenahi dunia pendidikan agar lebih berpihak pada pembangunan karakter anak dan tidak membebani orang tua, terutama dari sisi biaya.
Tak sedikit aturan yang dikeluarkannya memicu diskusi di tengah masyarakat. Bahkan, banyak dari kebijakan tersebut yang disambut hangat oleh kalangan ibu-ibu, yang selama ini kerap merasa tertekan dengan berbagai kewajiban tak penting dari sekolah anak mereka.
1. Stop Bawa HP dan Motor ke Sekolah
Dalam upaya menekan distraksi dan meningkatkan disiplin, Dedi melarang siswa SD dan SMP membawa handphone dan kendaraan bermotor ke sekolah. Untuk tingkat SMA, aturan ini hanya berlaku bagi yang belum memiliki usia cukup atau izin resmi mengemudi.
“Kalau belum cukup umur, bawa motor itu jelas melanggar aturan lalu lintas,” ujar Dedi dalam kunjungannya ke Rindam III Siliwangi, Bandung (2/5).
2. Siswa Nakal Dibina di Barak Militer
Dedi juga memperkenalkan pendekatan baru dalam menangani siswa bermasalah—yakni dengan mengirim mereka ke program pembinaan ala militer. Menurutnya, banyak orang tua dan guru yang kewalahan menghadapi perilaku anak-anak yang sulit diatur.
“Kalau orang tua sudah angkat tangan, negara harus turun tangan. Ini cara membentuk karakter mereka,” katanya.
Sebanyak 69 siswa sudah dikirim ke barak untuk pembinaan, masing-masing berasal dari Kabupaten Purwakarta dan Kota Bandung. Menariknya, para siswa ini justru merasa senang dan kebutuhan mereka tetap dijamin selama program berlangsung.
3. Wisuda Sekolah? Tak Perlu Lagi
Salah satu kebijakan paling kontroversial datang dari larangan menyelenggarakan acara wisuda untuk jenjang TK hingga SMA. Menurut Dedi, kegiatan semacam itu tidak memberikan nilai tambah bagi perkembangan anak, malah kerap menjadi beban finansial.
“Kalau sudah naik kelas ya sudah, rayakan saja secara sederhana di sekolah,” ucapnya.
Ia menyarankan agar sekolah lebih kreatif, misalnya dengan mengadakan pertunjukan seni seperti teater atau musik, yang bisa dinikmati seluruh siswa dan guru tanpa perlu keluar biaya besar.
4. Say No to Study Tour dan Kegiatan Berbayar
Melalui akun Instagram-nya @dedimulyadi71, Dedi menegaskan bahwa kegiatan seperti study tour, renang, maupun acara lain yang memungut biaya kepada siswa, harus dihentikan.
Menurutnya, sekolah bukan tempat berbisnis. Praktik pungutan tersembunyi seperti jual beli buku, LKS, atau seragam di lingkungan sekolah justru merusak esensi pendidikan.
“Sekolah adalah tempat belajar, bukan pasar. Jangan jadikan itu beban tambahan untuk orang tua,” tegasnya.
5. Anak Sekolah Diminta Jalan Kaki atau Bersepeda
Dalam kunjungannya ke SMP Negeri 1 Panawangan, Ciamis, Dedi mengimbau agar para pelajar lebih banyak berjalan kaki atau naik sepeda ke sekolah, selama jaraknya masih memungkinkan. Menurutnya, kebiasaan ini selain menyehatkan juga melatih kemandirian.
“Kalau jaraknya dekat, kenapa harus naik motor? Jalan kaki pagi-pagi itu bagus untuk kesehatan,” tuturnya.
Dengan pendekatan tegas namun berpihak pada rakyat kecil, Dedi Mulyadi tampaknya ingin mengembalikan pendidikan ke jalur yang lebih murni: membentuk karakter dan kecerdasan anak, tanpa membebani orang tua secara finansial. Namun seperti biasa, kebijakan berani akan selalu memancing pro dan kontra.