PDI Perjuangan (PDIP) melarang kepala daerahnya untuk mengikuti retret yang diselenggarakan oleh pemerintah di Akademi Militer (Akmil) Magelang. Langkah ini diambil setelah penetapan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dan penahanannya. Retret tersebut merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto dan bertujuan untuk sinkronisasi program antara pemerintah pusat dan daerah. Namun, PDIP menilai penetapan Hasto sebagai tersangka sarat muatan politik, sehingga melarang kadernya yang menjabat sebagai kepala daerah untuk berpartisipasi dalam retret tersebut.
Pengamat politik dari Indonesia Political Review (IPR), Iwan Setiawan, menilai bahwa sikap PDIP ini menunjukkan adanya konflik antara PDIP dan pemerintah. Iwan berpendapat bahwa PDIP menganggap penetapan Hasto sebagai tersangka memiliki muatan politik yang kuat, sehingga melarang kepala daerahnya untuk mengikuti retret sebagai bentuk protes.
Retret kepala daerah di Akmil Magelang ini diikuti oleh 456 kepala daerah, sementara 47 lainnya belum hadir. Tujuan dari retret ini adalah untuk menyelaraskan program antara pemerintah pusat dan daerah.
Selain itu, retret ini juga menuai kritik dari berbagai pihak. Beberapa elemen masyarakat menilai bahwa acara ini tidak efektif dan kontradiktif dengan kebijakan efisiensi anggaran yang sedang dijalankan pemerintah. Direktur Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Nurcahyadi Suparman, menyatakan bahwa retret tersebut memakan anggaran sebesar Rp11,1 miliar dari APBN dan dinilai tidak sejalan dengan upaya efisiensi yang sedang digalakkan.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menjelaskan bahwa pembekalan kepala daerah merupakan kegiatan rutin yang telah lama dilakukan. Meskipun pemerintah tengah melakukan efisiensi anggaran, retret ini dianggap penting untuk sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Bima juga menyebutkan bahwa durasi retret telah dipangkas menjadi 7 hari dari rencana awal 14 hari untuk menghemat anggaran.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Firman Manan, meragukan efektivitas retret ini dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Menurutnya, membangun komunikasi dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah memerlukan upaya yang berkelanjutan, tidak cukup hanya dengan retret selama satu pekan.
Secara keseluruhan, keputusan PDIP untuk melarang kepala daerahnya mengikuti retret ini mencerminkan ketegangan antara partai tersebut dan pemerintah, terutama setelah penetapan Sekjen PDIP sebagai tersangka. Selain itu, retret ini juga mendapat sorotan terkait efektivitas dan kesesuaiannya dengan kebijakan efisiensi anggaran yang sedang dijalankan.