Manyala.co – Mata uang rupiah kembali menjadi sorotan di pasar keuangan domestik. Memasuki awal pekan ini, Senin (5/5/2025), rupiah diperkirakan akan bergerak menguat ke kisaran Rp16.340 hingga Rp16.044 per dolar AS, seiring dengan tekanan yang terus membayangi greenback.
Menurut pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, sentimen positif terhadap rupiah diperkuat oleh langkah sinergis antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam menyusun bauran kebijakan ekonomi yang akomodatif. Kombinasi dari koordinasi fiskal dan moneter ini dinilai mampu menstabilkan ekspektasi pasar.
Rupiah Dibuka Menguat, Tapi Ditutup Melemah
Berdasarkan data perdagangan Bloomberg pada Senin pagi pukul 09.11 WIB, rupiah sempat dibuka menguat tipis sebesar 0,05% atau naik 8,5 poin menjadi Rp16.429 per dolar AS. Penguatan ini terjadi bersamaan dengan pelemahan indeks dolar AS sebesar 0,32% ke level 99,520.
Namun, hingga penutupan sesi perdagangan sore hari, rupiah justru terkoreksi. Nilai tukarnya turun 0,11% atau 17,5 poin dan berakhir di posisi Rp16.455 per dolar AS. Meski demikian, pelemahan ini masih dalam rentang wajar mengingat dinamika global yang fluktuatif.
Sementara itu, indeks dolar AS juga melemah cukup signifikan. Di akhir perdagangan, greenback turun 0,24% ke posisi 99,605. Pelemahan ini turut memengaruhi mata uang kawasan Asia yang cenderung menunjukkan penguatan.
Arah Dolar AS dalam Tekanan: Sinyal Resesi di Depan Mata?
Kondisi dolar AS belakangan ini memang terus menurun. Tim analis Goldman Sachs, yang dipimpin oleh Kamakshya Trivedi, menilai ada kecenderungan bearish pada dolar. Mereka mengaitkannya dengan potensi penurunan suku bunga serta ancaman resesi ekonomi di Amerika Serikat.
Hal senada juga disampaikan oleh tim analis Morgan Stanley yang dipimpin David S. Adams. Mereka bahkan memproyeksikan mata uang utama lainnya seperti euro dan yen Jepang akan menguat, sejalan dengan investor yang semakin gencar melakukan lindung nilai terhadap aset-aset berbasis dolar AS.
Kinerja Mata Uang Asia Beragam, Taiwan dan Korea Pimpin Penguatan
Sementara itu, sejumlah mata uang negara Asia mencatatkan performa positif terhadap dolar AS. Dolar Taiwan melonjak hingga 3,67%, disusul won Korea Selatan yang naik 1,81%. Ringgit Malaysia juga mencatat penguatan signifikan sebesar 1,16%.
Mata uang lain seperti yen Jepang naik 0,51%, baht Thailand menguat 0,36%, dan dolar Singapura meningkat 0,53%. Peso Filipina turut naik 0,25%, namun yuan China dan dolar Hong Kong tercatat stagnan. Di sisi lain, rupee India sedikit melemah sebesar 0,06% terhadap dolar AS.
Namun menjelang penutupan pasar, tren penguatan mulai melemah pada beberapa mata uang. Peso Filipina bahkan berbalik arah dengan penurunan 0,29%, sementara yuan China dan dolar Hong Kong tetap stagnan.
Rupiah Pernah Sentuh Titik Terendah Historis
Sebagai catatan, dalam beberapa waktu terakhir, rupiah sempat berada di titik terendahnya sepanjang sejarah, bahkan menyentuh level yang menyerupai krisis finansial Asia 1997–1998. Hal ini disampaikan oleh Ahmad Mobeen, ekonom senior di S&P Global Market Intelligence.
Menurutnya, tekanan global seperti ketegangan geopolitik dan gejolak pasar global mendorong aksi jual aset berisiko, yang berimbas langsung pada pelemahan rupiah. Ia pun menilai perlu adanya intervensi tambahan dari Bank Indonesia jika tren depresiasi kembali terjadi.