Manyala.co – Kunjungan Presiden Prancis Emmanuel Macron ke Indonesia pada akhir Mei 2025 menjadi sorotan, tidak hanya karena agenda kenegaraan, tetapi juga karena kontroversi seputar fasilitas baru di Candi Borobudur yang disiapkan untuk menyambutnya. Macron tiba di Jakarta pada Selasa malam, 27 Mei 2025, bersama sang istri, Brigitte Macron. Lawatan ini merupakan bagian dari tur Asia Tenggara yang sebelumnya membawanya ke Vietnam. Setibanya di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Macron disambut oleh Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin dan diiringi penampilan budaya Betawi. Kepada awak media, Macron mengungkapkan kegembiraannya bisa kembali ke Indonesia setelah terakhir kali hadir di KTT G20 Bali dua tahun lalu.
“Saya senang sekali bisa kembali ke Indonesia, negeri yang indah. Saya juga menantikan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto karena hubungan kedua negara sangat strategis,” ujar Macron. Dalam kunjungan resminya, Macron dijadwalkan mengunjungi Akademi Militer di Magelang serta Candi Borobudur di Jawa Tengah.
Namun, menjelang kunjungan ke Borobudur, jagat maya diramaikan oleh sebuah video yang viral di media sosial. Video tersebut memperlihatkan proses pemasangan fasilitas mirip eskalator di kawasan candi. Narasi dalam video menyebutkan bahwa eskalator itu disiapkan untuk memfasilitasi kunjungan Macron dan Prabowo ke puncak candi. Publik pun mempertanyakan apakah langkah tersebut sesuai dengan prinsip pelestarian cagar budaya dunia.
Menanggapi keresahan publik, Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) memberikan penjelasan. Kepala PCO Hasan Nasbi membantah bahwa yang dibangun adalah eskalator. Menurutnya, fasilitas yang dimaksud adalah stairlift atau kursi angkut yang dipasang di jalur tangga tertentu untuk mempermudah akses bagi tamu kenegaraan. Ia menjelaskan bahwa Borobudur memiliki struktur seperti gedung 12 lantai, dan untuk efisiensi waktu selama kunjungan yang terbatas, diputuskan untuk menyediakan alat bantu tersebut.
“Waktu Presiden Prancis sangat terbatas, tidak seperti wisatawan biasa yang bisa seharian di sana. Jadi stairlift ini untuk efisiensi agar bisa menapaki setiap lantai Borobudur dengan cepat,” jelas Hasan, Jakarta, Senin, 26 Mei 2025.
Ia menambahkan, alat tersebut hanya diletakkan di tempat dan tidak dibor atau dipaku ke struktur candi. Fasilitas ini dirancang agar mudah dipasang dan dibongkar tanpa merusak situs bersejarah.
Dari sisi operator destinasi, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (InJourney), yang merupakan induk dari InJourney Destination Management (IDM), akhirnya angkat suara setelah sempat bungkam. Direktur Utama InJourney, Maya Watono, dalam pernyataannya pada 27 Mei 2025, menegaskan bahwa pemasangan stairlift bukanlah proyek mendadak untuk menyambut Macron maupun Prabowo, melainkan bagian dari rencana pengembangan fasilitas aksesibilitas Borobudur selama lima tahun ke depan.
“Ini untuk membantu pengunjung berkebutuhan khusus, termasuk biksu-biksu lanjut usia yang ingin naik ke atas candi. Kami pastikan tidak ada kerusakan pada struktur batu karena pemasangannya bersifat portabel,” kata Maya. Ia juga menyebut bahwa proyek ini sudah mempertimbangkan prinsip Outstanding Universal Value (OUV) dari UNESCO dan dilakukan dengan pendampingan pihak-pihak terkait, termasuk Kementerian Kebudayaan serta Museum dan Cagar Budaya Warisan Dunia Borobudur.
Namun demikian, tidak semua pihak bersedia memberikan pernyataan. Ketika dimintai tanggapan, beberapa pejabat teknis seperti Subkoordinator Cagar Budaya Wiwit Kasiyati dan arkeolog Hari Setiawan memilih untuk tidak berkomentar langsung dan menyarankan agar pertanyaan diarahkan ke kementerian.
Di luar polemik stairlift, Maya Watono juga menyampaikan bahwa ada rencana untuk meningkatkan kapasitas pengunjung Candi Borobudur. Saat ini, hanya 1.200 orang yang diperbolehkan naik per hari atau sekitar 150 orang per jam. Dalam perencanaan ke depan, angka itu bisa dinaikkan menjadi 5.000 orang per hari. Hal ini juga tengah dibicarakan dengan Menteri Kebudayaan Fadli Zon sebagai bagian dari evaluasi pengelolaan destinasi wisata warisan dunia yang berkelanjutan.
Sebagai penutup, Maya menegaskan bahwa seluruh upaya ini bukan semata-mata demi kunjungan kenegaraan, melainkan untuk menghadirkan solusi jangka panjang dalam menjembatani konservasi dan aksesibilitas. Pemerintah pun terus menegaskan bahwa tidak ada niat untuk merusak Candi Borobudur, melainkan ingin memastikan semua kalangan bisa menikmati keindahannya dengan tetap menjaga nilai sejarah yang melekat erat di tiap batunya.