Makassar, Manyala.co – Meninggalnya Paus Fransiskus pada Senin, 21 April 2025, menjadi titik awal dari sebuah transisi penting bagi Gereja Katolik. Dengan lebih dari 1,3 miliar umat di seluruh dunia, perhatian kini tertuju pada arah baru yang akan diambil institusi keagamaan ini.
Sebagai Paus pertama yang berasal dari Amerika Latin, Fransiskus dikenal membawa perubahan besar selama masa kepemimpinannya sebagai Uskup Roma. Ia menonjolkan keadilan sosial, perlindungan lingkungan, serta keterbukaan terhadap kelompok-kelompok yang selama ini terpinggirkan sebagai prioritas pelayanannya. Kini, setelah kepergiannya, dunia menunggu: siapakah yang akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan Gereja, dan akankah arah progresifnya dipertahankan atau justru kembali ke akar konservatif?
Dalam waktu dekat, Vatikan akan menjadi tuan rumah konklaf—proses pemilihan paus yang sangat sakral. Para Kardinal berusia di bawah 80 tahun akan berkumpul di Kapel Sistina untuk memberikan suara secara rahasia. Seseorang akan terpilih sebagai Paus baru jika berhasil memperoleh dukungan dua pertiga dari suara yang sah. Jika tidak tercapai, pemungutan suara akan terus berlanjut hingga tercapai konsensus. Tanda resmi bahwa seorang paus telah dipilih adalah munculnya asap putih dari cerobong Kapel Sistina.
“Pemilihan ini bukan hanya tentang siapa yang menjadi pemimpin berikutnya, tapi juga arah masa depan Gereja itu sendiri,” ujar Michelle Dillon, dekan College of Liberal Arts di University of New Hampshire, dikutip dari Newsweek. Ia menambahkan bahwa masa menjelang konklaf merupakan waktu penting bagi para uskup dan kardinal untuk berdiskusi secara informal mengenai arah Gereja ke depan.
Siapa Saja Kandidat Kuat Pengganti Paus Fransiskus?
Sejumlah nama telah mencuat sebagai kandidat potensial yang dinilai layak menduduki posisi tertinggi dalam hierarki Gereja Katolik. Berikut beberapa sosok yang mendapat perhatian publik dan kalangan internal gereja:
- Luis Antonio Tagle (Filipina)
Kardinal Tagle, 67 tahun, menjadi salah satu favorit utama. Ia dikenal progresif dan dekat dengan Paus Fransiskus. Mantan pemimpin Kongregasi untuk Evangelisasi Bangsa-Bangsa ini juga dikenal karena pendekatannya yang inklusif. Ditambah lagi, Asia merupakan wilayah dengan pertumbuhan umat Katolik tercepat, menjadikannya kandidat yang sangat relevan saat ini.
“Lebih dari 100 Kardinal pemilih adalah penunjukan Paus Fransiskus, yang akan berpengaruh besar dalam hasil pemilihan,” ujar Cristina Traina, profesor dari Northwestern University. - Pietro Parolin (Italia)
Saat ini menjabat sebagai Sekretaris Negara Vatikan, Kardinal Parolin, 70 tahun, dikenal sebagai tokoh sentral dalam urusan diplomasi Vatikan, termasuk dalam hubungan strategis dengan China dan Timur Tengah. Gaya kepemimpinannya yang moderat dianggap mampu menjembatani perubahan dan stabilitas. - Peter Turkson (Ghana)
Berusia 76 tahun, Kardinal Turkson selama ini dikenal vokal dalam isu-isu keadilan sosial, termasuk perubahan iklim, kemiskinan, dan kesenjangan ekonomi. Ia pernah memimpin Dikastri untuk Pengembangan Manusia Seutuhnya. Jika terpilih, ia akan menjadi Paus kulit hitam pertama sejak abad ke-5. - Peter Erdő (Hungaria)
Sebagai seorang konservatif, Kardinal Erdő (72) merupakan pakar hukum kanon dan pernah memimpin Dewan Konferensi Uskup Eropa. Ia menjadi sosok yang diandalkan oleh kalangan yang menginginkan kembalinya gaya kepemimpinan teologis tradisional seperti era Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI. - Angelo Scola (Italia)
Meski usianya telah mencapai 82 tahun, nama Scola tetap muncul dalam bursa kandidat. Sebelumnya, ia adalah Uskup Agung Milan dan pernah menjadi kandidat kuat pada konklaf tahun 2013. Dengan pandangan konservatif yang kuat, Scola dianggap sebagai simbol terakhir harapan kaum tradisionalis—meski usia lanjut bisa menjadi tantangan besar dalam pemilihannya.