Manyala.co – Penunjukan Letnan Jenderal TNI Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai oleh Presiden Prabowo Subianto menuai sejumlah reaksi di publik. Meski demikian, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, menegaskan bahwa keputusan tersebut sepenuhnya berada dalam ranah hak prerogatif presiden.
Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (23 Mei 2025), Muzani menyampaikan bahwa proses penunjukan ini tidak berkaitan dengan faktor kedekatan pribadi, melainkan atas dasar kemampuan dan kapabilitas Letjen Djaka dalam mendukung peningkatan penerimaan negara.
Ia menekankan bahwa Presiden Prabowo tentu mempertimbangkan kapasitas individu yang ditunjuk, khususnya dalam hal mengoptimalkan potensi penerimaan dari sektor bea dan cukai yang selama ini dianggap masih belum maksimal.
Muzani juga berharap agar kehadiran Djaka Budi di posisi strategis ini dapat membawa perubahan positif dalam sistem keuangan negara, terutama pada sektor-sektor yang menjadi perhatian utama kepala negara, seperti perpajakan dan kepabeanan.
Keputusan penunjukan Letjen Djaka memang tidak luput dari sorotan, mengingat posisi Dirjen Bea dan Cukai biasanya diisi oleh figur dengan latar belakang teknokratis atau berasal dari lingkungan Kementerian Keuangan itu sendiri. Namun, penempatan perwira tinggi militer aktif ini dinilai sebagai bagian dari strategi pembaruan birokrasi yang diinginkan oleh Presiden Prabowo.
Selain Djaka, Presiden juga menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak, dalam langkah restrukturisasi jajaran strategis di Kementerian Keuangan. Langkah ini menunjukkan adanya upaya Presiden untuk membentuk formasi kepemimpinan baru yang diyakini dapat bekerja lebih optimal.
Sosok Letjen Djaka Budi sendiri bukan orang baru di dunia militer. Ia memiliki latar belakang panjang dalam dinas kemiliteran dan sempat bertugas di Badan Intelijen Negara (BIN). Namanya juga pernah tercatat sebagai anggota Tim Mawar Kopassus TNI AD yang terlibat dalam insiden penculikan aktivis pro demokrasi pada 1997–1998. Dalam kasus tersebut, Djaka sempat dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 4 bulan.
Kendati masa lalu Djaka menuai kontroversi, pemerintah tetap melanjutkan penunjukan tersebut. Menurut sejumlah pihak di lingkaran pemerintahan, pengalaman militer dan intelijen Djaka justru dianggap sebagai modal penting dalam memperkuat sistem pengawasan dan pengendalian di sektor bea cukai.
Dengan berbagai tanggapan yang berkembang, pemerintah tetap menegaskan bahwa setiap penunjukan pejabat publik telah melalui pertimbangan strategis demi kepentingan nasional, terutama dalam hal memperbaiki kinerja keuangan negara secara menyeluruh.