Manyala.co – Perdagangan pagi di Bursa Efek Indonesia pada Kamis (19/6/2025) dibuka dengan tekanan jual yang signifikan. Dalam waktu kurang dari satu jam setelah pembukaan pasar, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah tergelincir lebih dari satu persen.
Tepat pada pukul 09.38 WIB, indeks utama Bursa terpantau turun 82 poin atau setara dengan 1,15 persen, dan berada di posisi 7.025,78. Dari 672 emiten yang tercatat, sebanyak 423 saham mengalami penurunan harga, sementara hanya 105 yang menguat, dan 144 saham stagnan.
Tekanan ini terjadi di tengah nilai transaksi yang sudah mencapai Rp3,2 triliun, dengan lebih dari 5,5 miliar saham berpindah tangan dalam 367.250 kali transaksi. Akibat koreksi ini, kapitalisasi pasar BEI ikut menyusut menjadi Rp12.312,48 triliun.
Kontributor utama dalam koreksi tajam IHSG pagi ini datang dari sektor keuangan, terutama saham-saham perbankan besar. Sektor finansial mencatatkan penurunan terdalam secara sektoral, mencapai 0,38 persen, yang menjadi beban besar bagi pergerakan indeks.
Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi penekan terbesar setelah anjlok 2 persen dan menyumbang penurunan sebesar 9,17 poin pada IHSG. Disusul Bank Mandiri (BMRI) yang terkoreksi hampir 2 persen dan mengurangi indeks sebesar 7,48 poin. Bank Central Asia (BBCA) dan Bank Negara Indonesia (BBNI) juga turut menambah tekanan dengan penurunan masing-masing 0,56 persen dan 1,63 persen, yang menyumbang pelemahan IHSG sebesar 3,41 poin dan 2,16 poin.
Tak hanya sektor perbankan, saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga tercatat mengalami penurunan 1,59 persen, dengan kontribusi negatif sebesar 2,16 poin terhadap indeks. Koreksi ini terjadi tak lama setelah pengumuman perubahan struktur direksi dan dewan komisaris perusahaan teknologi tersebut.
Penurunan yang terjadi secara serempak ini tak lepas dari reaksi pasar terhadap kebijakan moneter yang baru saja diumumkan. Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang digelar pada 17–18 Juni 2025 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) di level 5,5 persen. Keputusan ini juga berlaku untuk suku bunga Deposit Facility di level 4,75 persen dan Lending Facility di angka 6,25 persen.
BI menilai, keputusan ini konsisten dengan target inflasi tahun 2025 dan 2026 yang berada di kisaran 2,5 persen (±1%), serta merupakan langkah stabilisasi nilai tukar rupiah dan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun di sisi lain, pasar global juga tengah merespons hasil pertemuan The Federal Reserve (The Fed) yang diumumkan pada Rabu waktu setempat atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Bank sentral AS tersebut tetap mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25 hingga 4,50 persen, menjadi keputusan keempat secara beruntun sejak terakhir kali menurunkan suku bunga pada Desember 2024.
Dalam pernyataan resminya, The Fed menyampaikan bahwa inflasi masih berpotensi bertahan tinggi, sementara pertumbuhan ekonomi diprediksi akan melambat. Meski demikian, proyeksi dari Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) masih mengindikasikan akan ada dua kali pemangkasan suku bunga hingga akhir 2025.
Kondisi geopolitik global yang memanas, terutama terkait konflik Iran dan Israel, turut memperparah kekhawatiran pelaku pasar, sehingga tekanan jual semakin tak terhindarkan.
Dengan sentimen eksternal dan internal yang belum sepenuhnya kondusif, pelaku pasar dihadapkan pada tantangan besar dalam menentukan arah investasi, khususnya dalam sektor-sektor yang sensitif terhadap kebijakan moneter dan stabilitas global.