Manyala.co – Di tengah meningkatnya tensi konflik antara Iran dan Israel, sejumlah tokoh dunia menjadi pusat perhatian karena dinilai memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah perdamaian global. Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyebut bahwa masa depan keamanan dunia saat ini berada di tangan lima pemimpin kuat, yakni Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan Presiden China Xi Jinping.
Namun, pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, memandang bahwa kelima tokoh tersebut meski memiliki kekuatan dan pengaruh, tetap menyimpan satu kelemahan krusial: ego yang tinggi. Menurutnya, hal ini justru dapat menjadi hambatan serius dalam membentuk konsensus damai yang adil dan berkelanjutan.
“Para pemimpin tersebut memang sudah teruji dalam menangani isu-isu krusial, tetapi dominasi ego mereka menyulitkan tercapainya kesepakatan kolektif,” ujar Rezasyah kepada awak media pada Jumat, 20 Juni 2025.
Karena itu, ia menilai dunia saat ini membutuhkan figur-figur tambahan yang bisa bertindak sebagai penengah, pembawa pesan damai, dan penjembatan antara kepentingan-kepentingan besar tersebut. Dua sosok yang disebutkan Rezasyah sebagai potensial adalah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Presiden RI saat ini, Prabowo Subianto.
Menurutnya, Antonio Guterres memiliki posisi strategis sebagai pemimpin lembaga internasional yang bersifat netral, sedangkan Prabowo dinilai memiliki perpaduan kharisma nasional dan kredibilitas internasional yang bisa berkontribusi pada diplomasi global.
“Prabowo Subianto adalah figur ketujuh yang bisa menjadi penghubung antara negara-negara besar. Beliau punya kapasitas untuk membangun solidaritas di antara negara berkembang dan negara maju,” kata Rezasyah.
Ia juga menekankan bahwa Indonesia, dengan warisan sejarah diplomatiknya, bisa mengambil peran lebih aktif dalam mendorong penyelesaian damai. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan forum Majelis Umum PBB untuk menyuarakan penolakan terhadap penggunaan senjata nuklir dalam penyelesaian konflik global.
“Indonesia harus kembali meneguhkan posisinya sebagai pelopor perdamaian dunia, dengan menghidupkan kembali semangat Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 yang menekankan pentingnya penyelesaian damai dan prinsip non-intervensi,” tegasnya.
Sementara itu, SBY dalam pernyataan yang ia unggah melalui platform X pada Kamis (19/6), menyampaikan kekhawatiran terhadap potensi eskalasi perang Iran-Israel. Menurutnya, bila konflik ini tidak dikendalikan, dunia bisa berada di ambang bencana besar.
“Situasi di Timur Tengah kian memburuk. Jika perang Iran-Israel tak bisa dikendalikan, risiko kehancuran global semakin nyata,” tulis SBY.
Mantan Presiden RI dua periode itu menyatakan bahwa nasib dunia saat ini, setidaknya dari sisi keamanan dan perdamaian, berada di tangan lima pemimpin kuat. Ia pun menyoroti pentingnya kepemimpinan yang mampu menahan diri, bijak, dan berorientasi pada perdamaian, bukan dominasi.
Melalui diskusi ini, muncul gagasan bahwa Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, berpeluang mengambil peran lebih besar di panggung internasional. Bukan sebagai negara adidaya, tetapi sebagai kekuatan moral dan diplomatik yang mendorong penyelesaian konflik lewat jalur dialog dan konsensus.