Manyala.co – Penangkapan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumatera Utara, kembali mengguncang dunia birokrasi. Operasi senyap yang dilakukan pada Kamis malam, 26 Juni 2025, ini tidak hanya menyeret Topan ke meja penyidikan, tetapi juga menandai pentingnya evaluasi menyeluruh di sektor infrastruktur pemerintah.
Menanggapi penangkapan tersebut, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menyatakan kesiapan kementeriannya untuk melakukan evaluasi besar-besaran terhadap jajaran internal, mulai dari pejabat eselon 1 hingga ke level pejabat pembuat komitmen (PPK). Namun, ia menekankan bahwa langkah evaluasi ini akan dilakukan setelah mendapat persetujuan resmi dari Presiden Prabowo Subianto.
“Saya sampaikan, jika pekan depan saya sudah mendapat restu dari Bapak Presiden, maka saya akan langsung melakukan evaluasi menyeluruh, dari pejabat tinggi madya hingga staf teknis yang terlibat dalam proses-proses pengambilan keputusan,” ujar Dody saat menghadiri agenda kerja di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, Minggu, 29 Juni 2025.
Dody juga menegaskan bahwa evaluasi ini bukan bentuk hukuman atau respons spontan terhadap kejadian OTT, melainkan merupakan proses yang sudah dirancang jauh hari sebelumnya. “Evaluasi bukan berarti ultimatum. Ini memang bagian dari agenda reformasi birokrasi dan tata kelola lembaga yang memang sudah perlu dilakukan. Namun tentu semua perlu dilakukan sesuai prosedur, termasuk mendapat arahan dari Presiden,” lanjutnya.
Sementara itu, KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan suap proyek jalan yang menjerat Dinas PUPR Sumut. Topan Obaja Putra Ginting menjadi tokoh utama yang disebut menerima suap dalam proyek bernilai ratusan miliar rupiah yang diduga sarat dengan praktik curang dan manipulasi tender.
Selain Topan, empat tersangka lainnya terdiri dari pejabat dan pihak swasta yang diduga terlibat dalam praktik pemberian suap. Dalam proses OTT, penyidik KPK menyita uang tunai sebesar Rp231 juta. Uang tersebut diduga merupakan bagian dari sisa suap yang diberikan kepada pejabat terkait sebagai imbalan atas penunjukan langsung dalam proyek jalan di wilayah Sumatera Utara.
Menurut KPK, dugaan kuat menyebutkan bahwa proyek-proyek tersebut tidak melalui mekanisme lelang terbuka, melainkan ditetapkan secara sepihak oleh pejabat terkait. Bahkan dalam keterangan yang dirilis sebelumnya, Topan disebut membawa pihak rekanan swasta langsung saat survei lapangan untuk proyek tersebut, memperkuat indikasi adanya pengaturan dan kesepakatan pra-tender.
Topan kini telah resmi ditahan dan akan menjalani masa tahanan awal selama 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan lebih lanjut. Penahanan ini menandai keseriusan KPK dalam menindak tegas praktik korupsi di sektor infrastruktur yang selama ini rawan penyalahgunaan wewenang.
Di tengah situasi ini, Menteri PU Dody Hanggodo berharap, kasus ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pejabat publik, khususnya di lingkungan PUPR, agar tidak menyalahgunakan amanah yang diberikan. Ia juga mengimbau semua pihak untuk memperkuat integritas dan tata kelola yang transparan dalam setiap proses pengadaan maupun pelaksanaan proyek negara.
“Kita tidak boleh membiarkan hal-hal seperti ini terus terjadi. Reformasi birokrasi tidak bisa berjalan jika masih ada aktor-aktor yang mencederai sistem,” tegas Dody.
Pemerintah Pusat, melalui kementerian terkait, juga tengah mengkaji pengetatan sistem pengawasan internal, termasuk pemanfaatan sistem digitalisasi untuk transparansi pengadaan barang dan jasa serta pemantauan real-time terhadap alur proyek fisik dan keuangan.
Kasus ini menjadi tamparan keras, tidak hanya bagi Pemerintah Daerah Sumatera Utara, tetapi juga bagi seluruh instansi yang terlibat dalam pembangunan infrastruktur nasional. Masyarakat kini menunggu langkah nyata dan tegas dari pusat, utamanya dari Kementerian PUPR, untuk memastikan tidak ada lagi ruang bagi korupsi di tengah upaya pemerintah membangun Indonesia yang berkeadilan dan bebas dari praktik kotor.