Presiden Prabowo Subianto akan meluncurkan badan pengelola investasi baru bernama Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada 24 Februari 2025.
Lembaga ini dibentuk untuk mengelola aset negara dan sumber daya alam Indonesia melalui investasi di berbagai sektor strategis, seperti energi terbarukan, manufaktur, industri hilir, dan produksi pangan.
Saat berbicara dalam forum World Government Summit pada 13 Februari 2025, Prabowo menyampaikan bahwa Danantara diproyeksikan akan mengelola aset senilai 900 miliar dolar AS.
Pada tahun pertama, dana awal sekitar 20 miliar dolar AS akan digunakan untuk mendanai 15 hingga 20 proyek besar yang diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8%.
Danantara dirancang untuk berfungsi seperti Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia, dengan tujuan mengoptimalkan nilai ekonomi BUMN dan mempercepat transformasi ekonomi tanpa mengandalkan APBN.
Sebagai bagian dari inisiatif ini, tujuh BUMN utama akan dialihkan dari Kementerian BUMN ke Danantara, termasuk Bank Mandiri, BRI, PLN, Pertamina, BNI, Telkom Indonesia, dan MIND ID. Dengan langkah ini, Danantara akan mengelola total aset mencapai 14.715 triliun rupiah atau sekitar 900 miliar dolar AS.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi besar pemerintah untuk mempercepat hilirisasi industri dan mengurangi ketergantungan pada investasi asing.
Prabowo menegaskan bahwa Indonesia siap memulai proyek-proyek besar secara mandiri tanpa harus mencari investasi luar negeri, selaras dengan visi kemandirian ekonomi nasional.
Dengan pendekatan ini, Danantara diharapkan bisa menjadi pilar utama dalam transformasi ekonomi Indonesia, berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan.
Secara keseluruhan, meskipun Danantara bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan aset negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi, berbagai isu terkait transparansi, potensi intervensi politik, dan dampak sosial dari kebijakan pendanaan telah memicu perdebatan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan pengamat
Beberapa isu utama yang menjadi sorotan antara lain:
- Pemotongan Anggaran dan Dampaknya: Untuk mendanai Danantara, pemerintah melakukan pemotongan anggaran sebesar $19 miliar yang berdampak pada berbagai sektor, termasuk pendidikan. Pemotongan ini memicu protes dari kalangan guru dan mahasiswa karena dikhawatirkan akan meningkatkan biaya pendidikan dan mengurangi kualitas layanan publik.
- Kekhawatiran terhadap Pengelolaan dan Transparansi: Danantara dirancang mirip dengan Temasek di Singapura, dengan tujuan mengelola aset negara secara lebih efisien. Namun, pengamat menyoroti potensi risiko seperti intervensi politik dan tantangan integrasi yang dapat mempengaruhi kepercayaan investor.
- Penunjukan Dewan Pengawas: Presiden memiliki kewenangan untuk menunjuk langsung Dewan Pengawas Danantara. Meskipun langkah ini bertujuan menyaring kepentingan yang berpotensi merugikan, ada kekhawatiran bahwa hal ini dapat mengakomodasi kepentingan politik tertentu, mengurangi independensi, dan menimbulkan konflik kepentingan dalam pengelolaan aset negara.
- Protes Publik terhadap Kebijakan Pemerintah: Sejak pelantikan Presiden Prabowo empat bulan lalu, telah terjadi serangkaian protes yang dikenal sebagai “Dark Indonesia” yang dipimpin oleh mahasiswa dan aktivis. Mereka menentang berbagai kebijakan pemerintah, termasuk pemotongan anggaran dan perluasan peran militer dalam sektor sipil. Demonstrasi ini mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap arah kebijakan yang diambil oleh pemerintahan saat ini.