Manyala.co – Sebanyak 13 negara bagian di Amerika Serikat menggugat Presiden Donald Trump terkait kebijakan tarif yang dinilai melanggar hukum dan merusak perekonomian negara. Gugatan ini diajukan ke Pengadilan Perdagangan Internasional AS di New York, menyusul tindakan Trump yang mengenakan tarif tinggi tanpa persetujuan Kongres.
Ke-12 negara bagian, termasuk New York, Arizona, dan Oregon, menyatakan bahwa hanya Kongres yang memiliki kewenangan mengenakan tarif. California juga mengajukan gugatan serupa secara terpisah.
“Skema tarif Trump tidak hanya sembrono secara ekonomi, tapi juga ilegal,” tegas Jaksa Agung Arizona, Kris Mayes.
Trump memberlakukan tarif hingga 145 persen terhadap barang-barang dari China, yang kemudian dibalas oleh China dengan tarif 125 persen atas produk-produk asal AS. Dampaknya terasa luas, mulai dari gejolak pasar, turunnya dukungan publik terhadap Trump, hingga ancaman terhadap lapangan kerja di berbagai negara bagian.
Gubernur California, Gavin Newsom, bahkan menyebut kebijakan Trump sebagai “gol bunuh diri ekonomi terbesar” dalam sejarah AS. Sebagai negara bagian dengan volume impor terbesar, California terancam kehilangan miliaran dolar pendapatan akibat kebijakan ini.
Gedung Putih Tetap Kukuh, Tapi AS Terbelah
Meski mendapat perlawanan keras, Gedung Putih tetap bersikukuh menerapkan kebijakan tarif sebagai bagian dari strategi menghadapi “darurat nasional” di sektor industri.
“Kami akan melakukan segala cara untuk melindungi industri dan pekerja Amerika, termasuk tarif dan negosiasi,” ujar Kush Desai, juru bicara pemerintahan Trump.
Di sisi lain, retorika keras Trump terhadap China ternyata mendapat dukungan dari sebagian besar politisi di negara bagian yang dikuasai Partai Republik. Bahkan, sedikitnya 240 rancangan undang-undang anti-China diajukan di 41 negara bagian tahun ini, menargetkan larangan pembelian produk teknologi, barang promosi, hingga asuransi kesehatan terkait China.
China Tak Gentar, AS Kesulitan Tekan Negeri Tirai Bambu
Meski ditekan lewat tarif, China tetap sulit dikalahkan. Dengan pasar domestik yang besar, struktur ekonomi yang kuat, dan pemerintahan otoriter yang tak terpengaruh pemilu, China mampu bertahan lebih lama dalam perang dagang.
China pun membalas serangan AS secara strategis. Selain membatasi ekspor mineral tanah jarang yang krusial untuk industri teknologi dan pertahanan, China juga memperluas kerja sama dagang dengan Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin, menjadikan kawasan-kawasan itu sebagai pasar alternatif.
Menurut BBC, China kini menjadi mitra dagang terbesar bagi 60 negara, hampir dua kali lipat dari AS. China juga mencetak surplus ekspor lebih dari 1 triliun dolar AS pada akhir 2024.