Manyala.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), khususnya terkait pengurusan dokumen tenaga kerja asing (TKA). Salah satu fokus utama lembaga antirasuah ini adalah menelusuri aliran dana yang berasal dari praktik pemerasan terhadap para agen penyalur calon TKA.
Pada Senin (2/6), KPK memeriksa dua saksi yang berasal dari internal Kemnaker. Pemeriksaan dilakukan di gedung KPK, Jakarta Selatan. Kedua saksi tersebut adalah Rizky Junianto, mantan Koordinator Bidang Uji Kelayakan dan Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Direktorat PPTKA, serta Fitriana Susilowati, seorang pejabat fungsional Pengantar Kerja Ahli Madya di kementerian yang sama.
“RJ diperiksa terkait dengan aliran uang hasil pemerasan kepada agen TKA yang mengurus dokumen RPTKA di Kemnaker,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan resminya pada Selasa (3/6/2025).
Budi juga menambahkan bahwa penyidik mengonfirmasi sejumlah barang bukti yang sebelumnya telah ditemukan dalam penggeledahan di kediaman Rizky. Sementara untuk pemeriksaan terhadap Fitriana, KPK menggali lebih jauh soal keterlibatannya dan kemungkinan adanya pihak lain yang turut meraup keuntungan dari dana hasil pemerasan tersebut.
“Didalami terkait aliran uang hasil pemerasan kepada agen TKA yang mengurus dokumen RPTKA di Kemnaker, dan peran pihak lain yang turut menikmati uang hasil pemerasan,” jelas Budi.
Kasus ini bermula dari dugaan adanya pemaksaan pembayaran yang dilakukan oleh sejumlah pejabat Kemnaker kepada agen TKA selama kurun waktu 2020 hingga 2023. Praktik tersebut dilakukan dalam proses administrasi perizinan penggunaan tenaga kerja asing.
Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, sebelumnya memaparkan bahwa modus pemerasan yang dilakukan melibatkan oknum di Direktorat Jenderal Binapenta Kemnaker. Para tersangka diduga memaksa para agen atau pihak terkait untuk memberikan uang atau gratifikasi sebagai syarat kelancaran proses pengurusan izin TKA.
“Oknum Kemnaker pada Dirjen Binapenta memungut/memaksa seseorang memberikan sesuatu Pasal 12e dan/atau menerima gratifikasi Pasal 12B terhadap para calon tenaga kerja asing yang akan bekerja di Indonesia,” kata Asep kepada wartawan pada Selasa (20/5).
Menariknya, praktik korupsi ini disebut sudah terjadi sejak tahun 2019. Berdasarkan penyelidikan KPK, nilai total dana yang berhasil dikumpulkan dari hasil pemerasan ini mencapai sekitar Rp 53 miliar. Dana tersebut diduga mengalir ke berbagai pihak, tidak hanya kepada pelaku langsung, namun juga kepada pihak lain yang belum diungkap identitasnya secara rinci.
Hingga saat ini, delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. KPK masih terus mendalami jaringan praktik korupsi ini untuk membongkar seluruh pihak yang terlibat dalam penyalahgunaan kewenangan di lingkungan Kemnaker, khususnya dalam urusan TKA yang menjadi sorotan publik.