Manyala.co – Semakin banyak anak muda Indonesia mulai mencoba investasi aset digital seperti kripto. Namun di balik tren ini, terdapat kekhawatiran dari regulator terkait fenomena FOMO (Fear of Missing Out), di mana individu ikut-ikutan membeli aset kripto hanya karena tekanan sosial atau tren, tanpa memahami risiko dan mekanismenya.
Jangan Korbankan Dana Pendidikan untuk Ikut Tren Kripto
Kepala Direktorat Pengawasan Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Uli Agustina, mengingatkan bahwa keputusan investasi harus didasari pemahaman dan kesiapan, bukan hanya karena ingin terlihat mengikuti arus.
“Banyak anak muda yang buka akun dan beli aset kripto hanya karena teman sekelilingnya melakukan hal yang sama. Ini berbahaya,” jelas Uli dalam pernyataan di Jakarta.
Uli bahkan mengungkapkan dirinya menerima pesan dari sejumlah orang muda yang menyesal karena kehilangan uang penting, seperti dana pendidikan, setelah berinvestasi di aset kripto yang tidak mereka pahami. “Mereka menggunakan uang kuliah untuk beli aset kripto tanpa tahu bentuk dan risikonya, lalu uangnya hilang. Ini sangat disayangkan,” tambahnya.
Pahami Aset Kripto dan Cek Legalitas Platform
Menurut Uli, sebelum melakukan transaksi kripto, penting untuk memahami dengan jelas aset yang dibeli, termasuk membaca whitepaper atau dokumen pengembangan aset tersebut. Selain itu, investor harus memastikan hanya bertransaksi melalui pedagang yang telah terdaftar dan diawasi secara resmi oleh OJK.
Ia juga mengingatkan agar masyarakat lebih berhati-hati saat mengakses platform investasi, khususnya ketika menggunakan jaringan WiFi publik yang rawan pencurian data. “Jangan sembarangan akses platform pakai internet umum, karena bisa saja data pribadi kita disalahgunakan,” ujarnya.
Lindungi Data Pribadi dan Tingkatkan Literasi Digital
Senada dengan imbauan OJK, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) juga menyoroti pentingnya literasi digital di tengah menjamurnya platform investasi berbasis teknologi. Direktur Strategi dan Kebijakan Pengawasan Ruang Digital, Muchtarul Huda, menekankan bahwa perlindungan data pribadi tidak bisa diabaikan.
“Sering kali masyarakat menyerahkan data pribadi tanpa tahu hak-haknya. Padahal, data itu bisa disalahgunakan jika jatuh ke tangan yang salah,” ungkap Muchtarul.
Ia menyarankan penggunaan fitur keamanan tambahan seperti otentikasi verifikasi (authentication verification) dalam setiap aktivitas digital, serta memahami hak-hak dasar sebagai pemilik data pribadi. Hak-hak itu antara lain hak untuk mengakses, memperbaiki, menghapus, dan membatasi pemrosesan data.
Perlu Pendekatan Edukasi yang Lebih Luas
Keduanya sepakat bahwa langkah antisipatif terbaik terhadap risiko kerugian maupun penyalahgunaan data dalam investasi digital adalah melalui edukasi. Menurut mereka, masyarakat—terutama anak muda—perlu dibekali pemahaman yang cukup sebelum memutuskan untuk berinvestasi dalam aset berisiko tinggi seperti kripto.
“Literasi digital harus diutamakan agar masyarakat tahu bagaimana menjaga data, memilih platform yang aman, dan memahami potensi risiko dari setiap keputusan investasi,” pungkas Muchtarul.
Dengan meningkatnya minat generasi muda pada instrumen keuangan digital, OJK dan Kemenkomdigi berharap kesadaran terhadap risiko dan tanggung jawab penggunaan teknologi juga ikut meningkat, demi menciptakan iklim investasi yang aman dan sehat di Indonesia.