Scroll ke bawah untuk membaca berita
Beranda / Fun Fact / Ketika Indonesia Hampir Jadi Negara Monarki ala Jawa pada 1945

Ketika Indonesia Hampir Jadi Negara Monarki ala Jawa pada 1945

Ketika Indonesia Hampir Jadi Negara Monarki ala Jawa pada 1945
Fun Fact Ketika Indonesia Hampir Jadi Negara Monarki di 1945.

Manyala.co – Tahukah kamu bahwa sebelum akhirnya memutuskan bentuk negara republik, Indonesia sempat berada di ambang menjadi negara monarki modern dengan corak khas Jawa? Ini bukan spekulasi atau fiksi sejarah, melainkan fakta yang terlupakan dari sejarah awal pembentukan negara Indonesia pada 1945. Kisah ini bermula tak lama setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, yang mengakhiri pendudukan mereka di Asia, termasuk Indonesia.

1. Perdebatan Bentuk Negara di BPUPKI

Sebelum kemerdekaan dideklarasikan pada 17 Agustus 1945, Jepang membentuk badan bernama BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang bertugas menyusun dasar dan bentuk negara Indonesia. Di sanalah terjadi perdebatan panas antara dua kelompok besar: kelompok nasionalis-republik dan kelompok yang cenderung konservatif-feodal.

Beberapa anggota BPUPKI mengusulkan agar Indonesia menjadi monarki konstitusional seperti Inggris atau Jepang, di mana kepala negara adalah raja yang berasal dari trah ningrat atau kerajaan-kerajaan tradisional di Nusantara. Usulan ini datang dari pandangan bahwa masyarakat Indonesia khususnya Jawa telah terbiasa dengan sistem kerajaan selama berabad-abad.

2. Kandidat Kuat Raja Indonesia: Keturunan Kasunanan Surakarta

Salah satu figur yang disebut-sebut dalam dokumen tidak resmi sebagai calon raja adalah Sri Susuhunan Pakubuwono XII dari Kasunanan Surakarta. Dalam beberapa rapat tertutup, sejumlah tokoh Jawa mempertimbangkan kemungkinan menjadikan beliau sebagai simbol persatuan nasional dengan gelar mirip Kaisar Jepang (Tenno Heika), namun tetap dalam bingkai konstitusi modern.

Mereka berpendapat bahwa keberadaan raja bisa memperkuat identitas dan kontinuitas sejarah Nusantara sebagai peradaban tinggi yang telah lama berdiri, sekaligus menjadi pengikat simbolik bagi rakyat yang saat itu masih terpecah dalam semangat kedaerahan pasca penjajahan Belanda dan Jepang.

Emas Masih Berlimpah di Bumi, Tapi Kebanyakan Tersembunyi di Tempat yang Tak Terjangkau

3. Penolakan dari Soekarno dan Tokoh Republik

Namun ide tersebut ditolak mentah-mentah oleh sebagian besar tokoh pergerakan nasional, terutama Soekarno, Hatta, dan para nasionalis muda. Mereka menilai bahwa bentuk republik lebih sesuai dengan semangat kemerdekaan dan cita-cita persamaan hak bagi seluruh warga negara.

Soekarno juga menyadari bahwa bentuk monarki berisiko memperkuat kembali feodalisme yang telah lama menjadi alat penjajahan, di mana raja-raja lokal dimanfaatkan Belanda untuk menguasai rakyat. Selain itu, bentuk monarki dianggap akan menyulitkan integrasi wilayah Indonesia yang terdiri dari ratusan suku dan budaya yang tidak semuanya memiliki tradisi kerajaan.

4. Runtuhnya Gagasan Monarki: Insiden Surakarta dan Yogyakarta

Setelah Indonesia merdeka, pemerintah pusat mencoba menjalin kerja sama dengan kerajaan-kerajaan lokal. Dua yang paling dikenal adalah Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Namun, hanya Yogyakarta yang menunjukkan dukungan penuh terhadap republik. Sultan Hamengkubuwono IX bahkan langsung menyatakan bahwa wilayah Yogyakarta menjadi bagian dari Republik Indonesia, dan sultan bersedia menjadi gubernur tanpa syarat.

Sementara itu, Kasunanan Surakarta menghadapi gejolak sosial akibat keterlibatan sebagian bangsawan mereka dalam kolaborasi dengan Jepang. Pada Oktober 1945, terjadi pemberontakan rakyat dan kelompok pemuda terhadap institusi Kasunanan dan Mangkunegaran yang dianggap lamban menyokong republik. Akibat kerusuhan dan tekanan dari kelompok kiri, status daerah istimewa Surakarta dicabut oleh pemerintah pusat pada 1946, berbeda dengan Yogyakarta yang tetap diakui hingga kini.

5. Jejak “Nyaris Menjadi Kerajaan” Masih Tersimpan

Dokumen dan catatan arsip dari masa transisi 1945-1946 menunjukkan bahwa wacana monarki tidak hanya datang dari elite tradisional, tapi juga dari beberapa intelektual Indonesia yang terinspirasi model Jepang dan Inggris. Namun, karena kuatnya dukungan rakyat terhadap republik, ide ini perlahan hilang dari percakapan sejarah resmi.

Prabowo-Putin Saksikan Penandatanganan Empat Kesepakatan Strategis RI-Rusia di St. Petersburg

Menariknya, dalam beberapa rancangan awal undang-undang dasar, sempat dimasukkan pasal tentang kemungkinan pemimpin tertinggi yang bukan dipilih melalui pemilu, tapi diwariskan—meski kemudian dicoret sebelum naskah UUD 1945 disahkan oleh PPKI.

6. Apa yang Terjadi Jika Indonesia Jadi Monarki?

Jika ide tersebut terealisasi, Indonesia mungkin akan memiliki sosok seperti “Kaisar Indonesia”, lengkap dengan istana negara berbasis adat istiadat dan gelar-gelar ningrat sebagai sistem birokrasi. Namun tentu saja, hal ini akan menimbulkan banyak konsekuensi, terutama dari daerah-daerah yang tidak memiliki tradisi kerajaan dan menolak hegemoni Jawa.

Perbedaan pandangan ini bisa saja memicu perpecahan yang lebih awal. Republik, dengan sistem presidensial, menjadi jalan tengah yang dianggap paling logis dan inklusif oleh para pendiri bangsa.

7. Pelajaran dari Sejarah yang Terlupakan

Fakta bahwa Indonesia hampir menjadi monarki modern mengingatkan kita bahwa sejarah tidak selalu lurus dan pasti. Setiap keputusan besar dalam sejarah bangsa sering kali diambil di tengah ketidakpastian dan pertarungan ideologi yang tajam. Pemilihan republik bukan keputusan otomatis, tapi hasil dari kompromi, penolakan, dan visi tentang masa depan.

Kini, fakta ini menjadi salah satu jejak menarik dari sejarah Indonesia yang jarang diketahui publik, bahkan mungkin tak tercatat dalam buku pelajaran sekolah. Namun bagi peneliti sejarah, momen ini menjadi salah satu titik balik penting yang menentukan arah Republik Indonesia hingga hari ini.

Mengintip 10 Bunker Paling Aman di Dunia, dari Swiss hingga Amerika Serikat

Banner Manyala

Topik Populer

Berita Terpopuler

Kolom

Olahraga

Turnamen Minisoccer Pemkot Makassar Resmi Bergulir, Sekda: Ajang Regenerasi Atlet Muda

Timnas Indonesia Hadapi Ujian Berat di Ronde 4, Panaskan Mesin Lawan Lebanon dan Kuwait

Indosiar Tayangkan Langsung Piala Presiden 2025: Jadwal Lengkap dan Rangkaian Turnamen

Indonesia Kalah dari Bahrain, Langkah Sulit di Perempat Final AVC Nations Cup 2025 Menanti

Indonesia Hadapi Bahrain Malam Ini di AVC Nations Cup 2025, Laga Penentu Juara Grup A

Indonesia Gagal ke Final Piala AFF U19 Putri 2025, Siap Rebut Peringkat Ketiga Lawan Myanmar

Bernardo Tavares Nilai Musim PSM Makassar Penuh Tantangan tapi Luar Biasa

Timnas Indonesia Tembus Ronde Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026, Pot 3 Siap Hadapi Lawan Berat

Kualifikasi Piala Dunia 2026: Timnas Indonesia Lolos ke Ronde 4, Drawing Digelar 17 Juli

Kabar 37 Pemain Argentina Berdarah Malaysia Jadi Sorotan, FAM Didesak Buka Data Keturunan

Garuda Dibungkam Samurai Biru 0-6, Indonesia Tetap Lolos ke Putaran Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026

Timnas Putri Indonesia Hadapi Tantangan Berat di Grup A ASEAN Women’s Championship 2025

Jadwal Lengkap Laga Jepang vs Timnas Indonesia: Kapan Main dan Disiarkan di TV Mana?

Bukan Lamine Yamal, Cristiano Ronaldo Jagokan Dua Pemain PSG untuk Ballon d’Or 2025

Timnas Indonesia Siap Hadapi Tantangan Berat di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026

Disingkirkan Ganda Indonesia, Wakil Malaysia: Rasanya Seperti Melawan Satu Stadion!

Dua Ganda Putra Indonesia Siap Tempur di Semifinal Indonesia Open 2025, Sabar/Reza Ingin Revans atas Ganda Malaysia

Kemenangan Tipis atas China Bawa Indonesia Semakin Dekat ke Babak Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026

Penalti Ole Romeny Antar Indonesia Bungkam China 1-0 di SUGBK

Garuda Siap Buka Jalan ke Piala Dunia 2026, Laga Lawan China Disiarkan Langsung di RCTI

Lifestyle

Video Populer

× Advertisement
× Advertisement