Manyala.co – Penutupan sejumlah kantor cabang bank yang semakin sering terjadi belakangan ini bukanlah sebuah fenomena yang mengejutkan bagi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga pengawas sektor keuangan tersebut menilai bahwa langkah itu merupakan bagian dari strategi bisnis masing-masing bank dalam merespons perubahan yang terjadi di dunia perbankan, khususnya dalam hal layanan digital.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa penurunan jumlah kantor fisik bank umum di Indonesia berkaitan erat dengan perkembangan teknologi dan perubahan perilaku nasabah. Menurutnya, tren ini akan terus berlanjut karena masyarakat kini lebih memilih layanan yang cepat, mudah diakses, dan tidak terikat waktu ataupun tempat.
“Digitalisasi dalam dunia perbankan memungkinkan nasabah untuk mengakses layanan keuangan kapan saja dan di mana saja. Karena itu, keberadaan kantor cabang fisik yang memiliki volume transaksi rendah atau tidak produktif menjadi kurang relevan,” kata Dian dalam pernyataan resmi yang disampaikan pada Jumat, 13 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa penggunaan platform daring dan aplikasi mobile telah mengurangi kebutuhan masyarakat untuk datang langsung ke kantor cabang, terutama dalam hal transaksi harian bernilai kecil. Kecepatan dan efisiensi menjadi pertimbangan utama dalam merancang layanan perbankan saat ini.
Dari sisi internal perbankan, penutupan cabang juga menjadi bagian dari upaya efisiensi operasional. Banyak bank yang kini mengalihkan fokus mereka ke pengembangan sistem digital guna meningkatkan layanan dan menjangkau lebih banyak nasabah tanpa harus memperluas kantor fisik. Dalam konteks ini, keputusan untuk menutup cabang dianggap sebagai respons wajar terhadap dinamika industri dan kebutuhan zaman.
Meski begitu, isu pengurangan jumlah kantor cabang tak luput dari pertanyaan publik mengenai dampaknya terhadap tenaga kerja. Menanggapi hal ini, Dian menegaskan bahwa bank-bank di Indonesia sudah mengantisipasi kemungkinan tersebut. Sejumlah langkah seperti pelatihan ulang (retraining), penempatan ulang pegawai ke unit lain, dan pemenuhan hak ketenagakerjaan telah dilakukan untuk meminimalkan risiko sosial.
“Hingga kini, kami belum melihat adanya gejolak besar terkait pemutusan hubungan kerja secara massal. Bank-bank telah menjalankan kewajiban mereka dalam hal kompensasi dan perlindungan hak karyawan yang terdampak,” ujar Dian.
OJK melihat transformasi digital sebagai langkah yang tak terelakkan dalam perkembangan industri jasa keuangan. Oleh karena itu, instansi ini mendorong agar setiap kebijakan bisnis, termasuk penutupan kantor cabang, tetap memperhatikan prinsip tata kelola yang baik, kepatuhan terhadap regulasi, dan perlindungan konsumen.
Dengan perubahan yang terjadi secara cepat dalam lanskap keuangan digital, Dian menyimpulkan bahwa ke depan layanan perbankan akan lebih mengedepankan kemudahan akses, kecepatan transaksi, dan efisiensi tanpa harus mengandalkan keberadaan fisik kantor cabang secara luas.