Manyala.co – Penyidikan dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) periode 2021–2022 memasuki babak baru. Kejaksaan Agung Republik Indonesia menyita barang bukti uang senilai Rp11,88 triliun yang disebut sebagai salah satu penyitaan terbesar dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia.
Uang tersebut berasal dari perkara hukum yang menyeret tiga perusahaan raksasa di sektor sawit, yakni Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group. Ketiganya didakwa dalam perkara pemberian fasilitas ekspor CPO yang merugikan negara.
Namun, hasil persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 19 Maret 2025 menuai kontroversi. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa para terdakwa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan jaksa. Meski demikian, majelis memutuskan bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan membebaskan para terdakwa melalui mekanisme ontslag van alle rechtsvervolging atau vonis lepas.
Belakangan, keputusan ini justru membuka tabir baru. Kejaksaan Agung mencium adanya indikasi suap dalam proses persidangan tersebut. Penelusuran pun mengarah pada tiga hakim ad hoc yang menangani perkara, yakni Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom. Ketiganya ditunjuk oleh Muhammad Arif Nuryanta, yang kala itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
Tidak berhenti di situ, Kejaksaan juga menetapkan empat tersangka tambahan yang diduga terlibat dalam praktik suap dan gratifikasi terkait perkara ini. Mereka adalah Arif Nuryanta sendiri, pengacara Marcella Santoso, seorang pihak swasta bernama Ariyanto, serta panitera pengadilan Wahyu Gunawan.
Semua tersangka dijerat dengan pasal berlapis dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yang mencakup penyalahgunaan wewenang hingga penerimaan gratifikasi.
Kejagung menegaskan bahwa proses hukum terhadap para pihak yang terlibat akan terus berjalan. Sementara itu, uang sebesar Rp11,88 triliun yang telah disita saat ini berstatus sebagai barang bukti dan akan menjadi bagian penting dalam proses lanjutan, termasuk pada tahap kasasi Mahkamah Agung jika diperlukan.
Kasus ini menambah panjang daftar perkara besar di sektor komoditas strategis yang mencerminkan pentingnya pengawasan ketat terhadap korporasi besar dan lembaga peradilan. Masyarakat pun menanti transparansi dan keadilan dalam pengusutan kasus yang mengaitkan dunia usaha dan hukum ini.