Manyala.co – Langkah tegas kembali digaungkan oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) terkait reformasi budaya kerja di jajaran direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu sorotan utama yang disampaikan adalah penggunaan ajudan atau protokol secara berlebihan, serta keterlibatan keluarga, khususnya istri direksi, dalam urusan internal perusahaan negara.
Wakil Menteri BUMN yang juga menjabat sebagai Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, menilai bahwa praktik-praktik semacam itu menunjukkan kurangnya profesionalisme dan efisiensi dalam pengelolaan birokrasi. Ia menyampaikan hal ini dalam sebuah diskusi terbuka yang diadakan bersama Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (IKA Fikom Unpad) di kawasan Hutan Kota Plataran, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Juni 2025.
Dony secara terbuka menolak budaya kerja yang menurutnya terlalu mewah dan tidak mencerminkan semangat pelayanan publik. “Saya melihat ada direksi BUMN yang ajudannya bisa belasan, bahkan istri mereka juga ikut bawa protokol sendiri. Ini harus dihentikan. Kita ini sedang bekerja untuk negara, bukan menunjukkan status sosial,” tegasnya.
Ia menyebutkan bahwa pengabdian sebagai pimpinan di BUMN mestinya dilandasi kesadaran untuk bekerja efektif dan rendah hati. Dalam pengamatannya, fenomena seperti ini jarang ditemukan di luar negeri, bahkan di kalangan pemimpin perusahaan global.
“Saya sudah bertemu dengan banyak CEO kelas dunia. Mereka datang sendiri atau paling satu dua staf. Tidak ada yang sampai dikawal ajudan sampai delapan atau sepuluh orang. Kita seharusnya bisa mencontoh itu,” ujar Dony.
Pengalamannya di lapangan turut memperkuat pandangannya. Dalam satu kesempatan, ia menyaksikan lantai kantornya dipenuhi ajudan saat menerima kunjungan seorang direksi BUMN. Situasi itu dinilai mengganggu suasana kerja, dan ia pun langsung mengambil tindakan.
“Waktu itu saya masih di Plaza Mandiri. Saya lihat kok ramai sekali lantai kantor, ternyata dipenuhi ajudan. Saya langsung bilang, ini bukan tempat parade. Saya usir mereka keluar. Memangnya siapa yang mau nyulik direksi kita?” ucapnya dengan nada menyindir.
Meski begitu, Dony melihat adanya perkembangan positif dari sejumlah direksi yang mulai mengurangi jumlah ajudan, bahkan ada yang kini datang sendiri ke kantor tanpa pendampingan khusus. “Sekarang sudah ada perubahan. Yang tadinya datang dengan 15 ajudan, sekarang sudah datang sendiri. Saya apresiasi itu,” katanya.
Selain soal ajudan, ia juga menyoroti praktik lain yang tak kalah mengganggu: keterlibatan istri dalam urusan kantor. Ia menekankan bahwa kantor BUMN bukanlah properti pribadi, sehingga keputusan operasional seharusnya tidak melibatkan keluarga.
“Saya tidak mau dengar lagi ada istri direksi yang ikut menentukan warna gorden, pilih-pilih penyanyi buat acara kantor, atau atur skenario acara. Ini kantor negara, bukan warisan orang tua,” tegas Dony.
Menurutnya, perubahan semacam ini penting sebagai bagian dari upaya menyeluruh untuk mereformasi tata kelola perusahaan negara. Dengan memulai dari kebiasaan kecil yang sering kali terabaikan, seperti pengurangan protokol dan pemisahan urusan pribadi dari tanggung jawab jabatan, diharapkan bisa terbentuk budaya kerja yang lebih sehat dan akuntabel.
Ia juga mengingatkan bahwa keteladanan seorang pemimpin tak hanya tercermin dalam kebijakan yang dibuat, tetapi juga dalam cara menjalani keseharian sebagai pejabat publik.
Melalui pendekatan yang konsisten dan perbaikan berkelanjutan, Danantara berharap transformasi budaya kerja di lingkungan BUMN bisa benar-benar terwujud. Tujuannya bukan hanya membentuk institusi yang efisien, tetapi juga mewujudkan citra BUMN sebagai entitas yang bersih, melayani, dan dipercaya masyarakat.