Manyala.co – Mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), akhirnya resmi menjalani masa hukumannya setelah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi putusan pengadilan yang menjatuhkan vonis 12 tahun penjara kepada SYL dalam perkara korupsi yang melibatkan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Eksekusi dilakukan pada 25 Maret 2025, sebagaimana disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada awak media pada Rabu (14/5/2025).
“Pada 25 Maret lalu, KPK telah melakukan eksekusi badan terhadap terpidana SYL ke Lapas Sukamiskin,” kata Budi.
Denda dan Uang Pengganti: Belum Dibayar Penuh
Selain dijatuhi hukuman penjara, pengadilan juga memerintahkan SYL untuk membayar denda sebesar Rp500 juta serta uang pengganti senilai Rp44 miliar dan 30.000 dolar AS. Namun, hingga saat ini, KPK mengungkap bahwa pembayaran dari pihak SYL masih belum mencapai angka tersebut.
SYL baru menyetor Rp100 juta untuk denda, serta membayar sebagian uang pengganti sebesar Rp27,3 miliar atau tepatnya Rp27.390.667.033.
“KPK masih terus menerima pembayaran bertahap dari terpidana, baik untuk denda maupun uang pengganti,” lanjut Budi.
Perkara TPPU Masih Bergulir, Aset SYL Berpotensi Disita
Dalam perkembangan lainnya, KPK juga masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga turut melibatkan SYL. Sejumlah aset milik SYL sedang dalam proses penilaian, untuk menentukan apakah bisa dirampas oleh negara.
“Beberapa barang sitaan masih kami telaah lebih lanjut, khususnya yang berpotensi disita dalam proses penyidikan TPPU yang sedang berjalan,” ungkap Budi.
Langkah ini menjadi bagian dari upaya KPK untuk mengembalikan kerugian negara serta memastikan proses hukum berjalan menyeluruh hingga ke hulu.
Kronologi Kasus: Pemerasan dengan Ancaman di Kementan
Kasus yang menjerat Syahrul Yasin Limpo berawal dari praktik pemerasan dan gratifikasi selama dirinya menjabat sebagai Menteri Pertanian. Dalam dakwaan, ia dinilai telah menyalahgunakan jabatannya dengan memerintahkan dua bawahannya, Kasdi Subagyono (Sekjen Kementan) dan Muhammad Hatta (Direktur Alsintan), untuk mengumpulkan dana dari para pejabat eselon I Kementerian Pertanian.
Dana tersebut dikumpulkan melalui sistem “patungan” yang bersifat memaksa, dengan besaran pungutan berkisar antara USD 4.000–10.000 dari masing-masing pejabat, termasuk Dirjen, Kepala Badan, hingga sekretaris eselon I. Tak hanya itu, SYL juga disebut meminta jatah sebesar 20% dari anggaran di tiap unit kerja Kementan.
Dalam proses persidangan, terungkap bahwa tindakan pemerasan tersebut dilakukan dengan ancaman, menciptakan suasana kerja yang penuh tekanan dan ketakutan.
Vonis Diperberat di Tingkat Banding, Kasasi Ditolak
Awalnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada SYL. Namun, hukuman tersebut kemudian diperberat menjadi 12 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. SYL sempat mengajukan upaya hukum kasasi, tetapi Mahkamah Agung menolak permohonan tersebut, sehingga vonis 12 tahun kini telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Penegakan Hukum dan Aset Negara Masih Jadi Prioritas
Kasus Syahrul Yasin Limpo menjadi salah satu kasus besar yang kembali menegaskan pentingnya pengawasan terhadap praktik korupsi di sektor pemerintahan. KPK kini terus mengejar pengembalian kerugian negara melalui proses eksekusi denda, pembayaran uang pengganti, hingga potensi penyitaan aset dalam perkara pencucian uang yang masih berlangsung.