Manyala.co – Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, yang dipermasalahkan bukan soal jumlah atau mekanisme pengisian pimpinan alat kelengkapan dewan seperti biasanya, tapi terkait lokasi rapat DPR yang dinilai terlalu fleksibel—termasuk digelar di hotel-hotel mewah.
Gugatan ini diajukan oleh advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Dalam permohonannya, Zico menyoroti Pasal 229 UU MD3 yang menyatakan bahwa “semua rapat di DPR pada dasarnya bersifat terbuka, kecuali rapat tertentu yang dinyatakan tertutup.”
Menurut Zico, pasal tersebut memberikan celah bagi DPR untuk menggelar rapat di luar gedung parlemen, bahkan di tempat-tempat mewah seperti hotel berbintang. Padahal, DPR sudah difasilitasi dengan gedung lengkap dan representatif yang dibangun dari dana pajak rakyat.
“Fasilitas yang tersedia seharusnya cukup untuk mendukung kinerja DPR. Namun, kenyataannya, mereka tetap memilih menggelar rapat di hotel-hotel mewah daripada di gedung sendiri,” ujar Zico dalam permohonannya.
Rapat-rapat luar gedung ini kerap terjadi dari masa ke masa, terutama saat DPR menggelar konsinyering dengan pemerintah untuk membahas rancangan undang-undang. Salah satu yang baru-baru ini menuai sorotan adalah rapat Panitia Kerja (Panja) RUU TNI Komisi I DPR bersama pemerintah pada 14–15 Maret 2025 yang digelar di Hotel Fairmont, Jakarta, sebuah hotel bintang lima. Rapat tersebut bukan hanya menimbulkan kritik karena dianggap boros anggaran, tetapi juga karena tertutup bagi publik, memicu tudingan bahwa DPR ingin membahas RUU secara diam-diam.
Melalui gugatannya, Zico meminta MK untuk menafsirkan ulang frasa “semua rapat di DPR” dalam Pasal 229 agar dimaknai sebagai keharusan menggelar rapat di gedung parlemen, kecuali jika seluruh ruang rapat di gedung tersebut benar-benar tidak bisa digunakan. Intinya, Zico ingin agar DPR dilarang menggelar rapat di luar gedung parlemen, termasuk di hotel, kecuali dalam situasi darurat yang memang tak memungkinkan penggunaan fasilitas yang ada.
Bukan Hanya Soal Rapat
Selain Pasal 229, Zico juga menggugat sejumlah pasal lain dalam UU MD3. Di antaranya Pasal 12 dan Pasal 82 yang berkaitan dengan keberadaan fraksi di DPR dan MPR. Ia berpendapat bahwa anggota dewan seharusnya tidak lagi bersuara atas nama fraksi, melainkan sebagai representasi langsung dari rakyat.
Tak hanya itu, ia juga menggugat Pasal 239 yang mengatur mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR. Zico mengusulkan agar mekanisme PAW tidak hanya didasarkan pada usulan partai, tetapi juga melalui proses pemilihan ulang oleh rakyat. Menurutnya, sistem saat ini terlalu partai-sentris dan mengabaikan suara publik.
DPR: Itu Hak Konstitusional Warga
Menanggapi gugatan ini, Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menyatakan bahwa DPR tidak mempersoalkan langkah hukum tersebut. Ia menegaskan bahwa mengajukan gugatan ke MK adalah hak setiap warga negara yang dijamin oleh konstitusi.
“Soal hasilnya nanti seperti apa, kita tunggu saja. Itu bagian dari proses hukum,” kata politisi dari PKB ini di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/4/2025).
Cucun enggan berkomentar lebih jauh apakah materi gugatan tersebut mencerminkan aspirasi publik atau tidak. Namun, ia menegaskan bahwa DPR selama ini tetap mengikuti aturan dalam menggelar rapat, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar gedung.