Manyala.co – Wilmar Group akhirnya memberikan klarifikasi terkait penyitaan dana sebesar Rp11,8 triliun oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Kasus ini telah menjadi sorotan publik sejak mulai diusut pada 2022 dan kini telah memasuki tahap kasasi di Mahkamah Agung.
Melalui pernyataan resminya yang dikutip dari Reuters, Wilmar menyatakan bahwa dana tersebut telah mereka serahkan ke negara sesuai dengan tuntutan jaksa dalam proses persidangan. Mereka juga menegaskan bahwa penyerahan dana itu dilakukan sembari menunggu putusan akhir dari Mahkamah Agung.
Menurut Wilmar, apabila Mahkamah Agung nantinya menyatakan mereka tidak bersalah, maka dana tersebut akan dikembalikan. Namun sebaliknya, jika putusan menyatakan mereka bersalah, maka dana itu akan dirampas oleh negara, baik sebagian maupun seluruhnya.
Dalam pernyataan yang sama, Wilmar juga membantah telah melakukan pelanggaran hukum. Mereka menegaskan bahwa seluruh langkah bisnis yang dilakukan, khususnya terkait fasilitas ekspor CPO, sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak mengandung unsur niat jahat atau korupsi.
Kasus ini melibatkan sejumlah anak perusahaan Wilmar Group sebagai terdakwa, antara lain PT Multimas Nabati Asahan, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, dan PT Wilmar Nabati Indonesia.
Pada tingkat pengadilan pertama, yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, majelis hakim menyatakan bahwa para terdakwa memang melakukan tindakan seperti yang didakwakan oleh jaksa. Namun, hakim memutuskan bahwa perbuatan tersebut bukanlah tindak pidana, dan oleh karena itu para terdakwa dibebaskan melalui putusan onslag pada 19 Maret 2025.
Putusan ini kemudian menjadi kontroversial setelah muncul dugaan suap kepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut. Kejaksaan Agung pun mengambil langkah lanjutan dengan menangkap empat hakim yang diduga menerima suap senilai Rp60 miliar demi menjatuhkan vonis pembebasan.
Menanggapi hal itu, Kejagung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan menuntut agar Wilmar Group tetap diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp11,8 triliun. Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Sutikno, menyebut bahwa penyitaan dana tersebut menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah Kejaksaan.
“Barangkali hari ini merupakan konferensi pers soal penyitaan uang terbesar dalam sejarah. Untuk substansinya nanti akan dijelaskan lebih lanjut oleh Direktur Penuntutan,” ujarnya dalam jumpa pers yang digelar pada Selasa (17/6).
Proses hukum terhadap kasus ini masih berjalan, dan publik menantikan bagaimana Mahkamah Agung akan memutuskan akhir dari perkara yang telah menyeret perusahaan besar di industri sawit tersebut.