Manyala.co – Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong, mempertanyakan dasar hukum dakwaan korupsi impor gula yang menjeratnya. Dalam jeda sidang yang berlangsung di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (15/5/2025), Tom Lembong menegaskan prinsip hukum bahwa seseorang tidak dapat dihukum atas perbuatan yang tidak diatur oleh hukum.
Pernyataan ini muncul sebagai tanggapan atas argumen jaksa penuntut umum yang menyatakan bahwa tindakan Tom Lembong, meskipun tidak melanggar aturan secara eksplisit, dinilai “tidak layak.” Tom Lembong merasa heran dengan argumen tersebut, karena menurutnya, proses peradilan seharusnya berfokus pada apakah suatu tindakan melanggar hukum atau tidak, bukan pada penilaian subjektif tentang kelayakan.
“Saya agak terheran-heran ya, karena setahu saya, saya diadili, di sidang, atas dasar apakah saya melanggar hukum, melanggar aturan atau tidak, bukan atas dasar apakah tindakan saya layak atau tidak layak,” ujar Tom Lembong. Ia menambahkan, “Setau saya, KUHP ya, atau dalam undang-undang pidana, itu orang tidak boleh dihukum kalau aturannya tidak ada.”
Dalam persidangan, terungkap fakta bahwa tidak ada aturan yang secara spesifik melarang atau mengizinkan pemberian izin impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP). Dua saksi yang dihadirkan, yaitu Menteri Perdagangan periode 2014-2015, Rachmat Gobel, dan mantan Direktur Impor, Indrasari Wisnu Wardhana, mengonfirmasi bahwa dalam ketiadaan larangan, impor GKM dianggap diperbolehkan.
Tom Lembong menekankan bahwa fokus persidangan seharusnya pada pelanggaran aturan, bukan pada penilaian “layak atau tidak layak.” Ia didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan tersebut menudingnya melakukan tindakan yang memperkaya orang lain atau korporasi, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
Salah satu poin dakwaan jaksa adalah keputusan Tom Lembong untuk menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri, seperti Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, dan SKKP TNI-Polri, untuk mengendalikan harga gula, bukan perusahaan BUMN. Jaksa berargumen bahwa penunjukan ini menyimpang dari praktik yang seharusnya.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk Perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Dalam persidangan, Rachmat Gobel juga sempat menjadi sorotan karena seringkali lupa atau tidak dapat memberikan jawaban yang jelas. Hakim bahkan menyarankan agar Rachmat Gobel membawa data untuk membantu ingatannya. Hal ini menambah kompleksitas persidangan yang sedang berlangsung.
Secara keseluruhan, Tom Lembong berargumen bahwa dakwaan terhadapnya tidak memiliki dasar hukum yang kuat, mengingat tidak adanya aturan yang dilanggar secara eksplisit. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum yang berbasis pada aturan yang jelas, bukan pada interpretasi subjektif tentang kelayakan suatu tindakan.