Manyala.co – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa salah satu indikator kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat kecerdasan dan kesehatan penduduknya. Dalam pandangannya, kedua aspek ini sangat berkaitan erat dengan tingkat penghasilan masyarakat. Oleh karena itu, ia menargetkan agar masyarakat Indonesia memiliki penghasilan minimal Rp 15 juta per bulan pada tahun 2045.
“Yang menjadi tantangan sekarang adalah bagaimana kita mendorong agar penghasilan masyarakat meningkat dari Rp 5 juta menjadi Rp 15 juta dalam dua dekade ke depan,” ujarnya dalam diskusi publik bertema Visi Kesehatan Era Prabowo di Jakarta, Sabtu, 17 Mei 2025.
Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa pendapatan seseorang bisa mencerminkan kondisi fisik dan intelektualnya. Ia menyebutkan bahwa orang yang memperoleh gaji Rp 15 juta biasanya memiliki tingkat kesehatan dan kepintaran yang lebih tinggi dibanding mereka yang hanya berpenghasilan Rp 5 juta. “Kalau tidak sehat dan pintar, kemungkinan besar tidak akan bisa berpenghasilan Rp 15 juta. Biasanya mentok di Rp 5 juta,” tambahnya.
Meski demikian, Budi menegaskan bahwa Kementerian Kesehatan tidak memiliki wewenang untuk menentukan atau menaikkan gaji masyarakat. Peran kementeriannya lebih terfokus pada upaya edukasi publik agar masyarakat sadar pentingnya menjaga kesehatan melalui gaya hidup sehat.
Salah satu hal yang menurutnya perlu lebih diperhatikan adalah indeks massa tubuh atau body mass index (BMI). Ia mengingatkan bahwa BMI yang ideal seharusnya berada di bawah angka 24. Bila melebihi itu, maka seseorang berisiko memiliki lemak viseral yang tinggi—lemak yang berbahaya karena menyelimuti organ dalam dan menjadi pemicu berbagai penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi, yang merupakan penyebab utama kematian di Indonesia.
Ia juga menganjurkan cara sederhana untuk memantau berat badan tanpa harus menggunakan alat mahal. Salah satunya adalah dengan memeriksa lingkar pinggang secara rutin menggunakan ukuran celana yang dikenakan. “Daripada beli timbangan digital yang bisa sampai Rp 700 ribu, lebih gampang ukur saja dari celana. Ukuran celana sudah jadi indikator praktis,” ucapnya.
Sebelumnya, pernyataan serupa juga pernah ia lontarkan saat menghadiri peluncuran layanan kesehatan di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta. Dalam kesempatan itu, Budi menyebut pria yang memakai celana jeans dengan ukuran di atas 32 atau 33 bisa dipastikan mengalami obesitas, dan berisiko lebih tinggi mengalami kematian dini.
“Kalau ukuran celana pria sudah 33 ke atas, itu sudah bisa dibilang obesitas. Artinya, kemungkinan ‘menghadap Tuhan’ jadi lebih cepat dibanding yang ukuran celananya 32,” kata Menkes dengan nada serius namun menyisipkan humor.
Pernyataan ini sempat menuai tanggapan publik, terutama karena menyentuh isu sensitif terkait kesehatan dan gaya hidup, namun Budi menegaskan bahwa tujuannya adalah mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga tubuh ideal demi hidup yang lebih panjang dan berkualitas.