Manyala.co – Kejaksaan Agung (Kejagung) akan kembali memeriksa tiga mantan staf khusus (stafsus) dari eks Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang terjadi selama periode 2019 hingga 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa proses pemanggilan terhadap ketiga mantan stafsus tersebut akan dimulai pada Selasa, 10 Juni 2025. “Rencana mulai besok Selasa (10/6),” ujarnya kepada awak media di Jakarta, Senin.
Meski begitu, Harli belum bisa memastikan secara detail terkait waktu dan jadwal pasti pemeriksaan. “Penyidik hanya bilang (pemeriksaan) mulai besok,” tambahnya. Ketiga mantan stafsus yang dipanggil diketahui berinisial FH, JT, dan IA.
Sebelumnya, ketiga individu tersebut telah dua kali mangkir dari panggilan penyidik. Sebagai langkah tegas, Kejagung kemudian menerbitkan surat pencekalan terhadap mereka guna memudahkan proses pemeriksaan dan menghindari potensi pelarian.
Langkah penggeledahan juga telah dilakukan terhadap apartemen milik FH, JT, dan IA pada 21 dan 23 Mei 2025 lalu. Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik serta dokumen yang diduga berkaitan dengan kasus korupsi ini.
Kasus yang tengah diusut oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) ini berkaitan dengan proyek digitalisasi pendidikan, khususnya dalam pengadaan laptop Chromebook oleh Kemendikbudristek. Nilai pengadaan tersebut mencapai angka fantastis, yakni Rp9,982 triliun.
Anggaran proyek ini berasal dari dua sumber utama, yaitu Dana Satuan Pendidikan (DSP) sebesar Rp3,582 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai kurang lebih Rp6,399 triliun. Besarnya dana ini menjadi perhatian khusus bagi Kejagung, mengingat proyek pengadaan tersebut diduga penuh rekayasa dan tidak berdasarkan pada kebutuhan yang riil di lapangan.
Menurut Harli Siregar, salah satu temuan penting dari penyidikan adalah dugaan pemufakatan jahat yang dilakukan sejumlah pihak dengan cara memengaruhi tim teknis agar menyusun kajian pengadaan yang mengarahkan pada penggunaan sistem operasi Chrome. “Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system (sistem operasi) Chrome,” ungkap Harli.
Padahal, berdasarkan catatan Kemendikbudristek sendiri, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook yang dilakukan pada 2019 oleh Pustekom menunjukkan hasil yang kurang efektif. Karena itu, tim teknis sebenarnya merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, dalam pelaksanaannya, kajian tersebut kemudian diubah dan diganti dengan rekomendasi baru yang justru menyarankan penggunaan Chromebook.
Situasi ini menimbulkan kecurigaan kuat bahwa keputusan tersebut sarat kepentingan dan bukan didasarkan pada kajian objektif. Kejagung pun kini mendalami sejauh mana peran para mantan stafsus dalam keputusan pengadaan tersebut dan kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam proses pengambilan keputusan yang merugikan negara.