Manyala.co – Panitia Khusus (Pansus) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DPRD Sulawesi Selatan terus mengkaji visi-misi Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman dan Fatmawati Rusdi, pasangan yang dikenal dengan jargon “Andalan Hati”. Pansus menemukan adanya perbedaan signifikan antara visi-misi yang diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat pendaftaran pasangan calon dengan yang tercantum dalam draft awal RPJMD 2025–2030.
Ketua Pansus RPJMD DPRD Sulsel, Andi Patarai Amir, menjelaskan bahwa terdapat perbedaan substansial antara kedua dokumen tersebut. “Ini masih tahap pembahasan RPJMD. Ada delapan poin misi yang disetor ke KPU saat pendaftaran. Tapi dalam dokumen RPJMD, misi tersebut hanya diringkas menjadi empat poin,” kata Patarai ketika ditemui di sela rapat pansus di Gedung Tower DPRD Sulsel, Selasa (15/4/2025).
Berikut adalah delapan poin misi “Andalan Hati” yang tercantum dalam dokumen KPU:
- Memajukan layanan pendidikan, kesehatan, sosial keagamaan, dan kemasyarakatan berbasis kompetensi, berakhlak, dan berkearifan lokal.
- Melanjutkan hilirisasi pertanian untuk mencapai swasembada pangan dan lumbung pangan serta pemanfaatan sumber daya alam lainnya secara modern, berbasis ekonomi hijau dan biru.
- Mengembangkan ekonomi masyarakat, pedesaan, dan daerah 3T (terluar, termiskin, dan tertinggal) untuk menekan pengangguran, kemiskinan, serta menangani gizi buruk dan stunting.
- Mengembangkan desa mandiri sebagai pusat pertumbuhan untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
- Mendorong investasi padat karya dan ramah lingkungan.
- Mempercepat dan memperkuat transformasi digital serta birokrasi yang berintegritas dan melayani.
- Memperkuat peran pemuda dalam pembangunan, termasuk pelibatan kelompok marginal dan penyandang disabilitas.
- Memperkuat layanan transportasi (darat, laut, udara) serta infrastruktur yang tahan bencana dan mendukung pengembangan pariwisata.
Meskipun jumlah poin misi dalam RPJMD diringkas, Patarai menegaskan bahwa substansi dari misi yang disampaikan pada saat pendaftaran di KPU tetap tercakup dalam empat misi utama yang dirumuskan dalam dokumen RPJMD. “Empat misi yang tampak ‘hilang’ sebenarnya tidak dihapus, tapi dilebur ke dalam empat poin utama yang sekarang ada. Artinya, secara substansi tidak dikurangi,” jelasnya.
Namun, Pansus masih akan memutuskan apakah akan mempertahankan format empat misi dalam RPJMD atau kembali ke format delapan misi seperti yang diserahkan ke KPU. “Saat ini masih tahap awal pembahasan. Target kami bisa segera rampung, mengingat waktu penyusunan nota kesepakatan hanya 10 hari sesuai Permendagri,” lanjut Patarai.
Patarai juga menyoroti adanya ketidaksinkronan antara beberapa materi dalam draft RPJMD dengan pedoman dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri). Salah satu perbedaan yang ditemukan adalah perbedaan gaya bahasa dalam penyusunan tujuan dan sasaran. “Inmendagri meminta agar menggunakan ‘bahasa kondisi’, sementara dalam RPJMD justru digunakan ‘bahasa kerja’. Ini menjadi bahan diskusi kami,” ucapnya.
Selain itu, Patarai menambahkan bahwa penggunaan bahasa teknokratik dalam dokumen RPJMD juga menjadi kendala. “Kami fokus di Bab III. Banyak istilah teknokratik yang sulit dipahami masyarakat awam, bahkan saya sendiri pun bingung,” pungkasnya.