Manyala.co – Terpidana kasus mega korupsi tata niaga timah, Suparta, meninggal dunia pada Senin, 28 April 2025, di RSUD Cibinong, Bogor. Suparta, yang sebelumnya divonis 19 tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp4,57 triliun, mengembuskan napas terakhirnya setelah mengalami serangan jantung.
Kepastian kabar meninggalnya Suparta disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar. Ia menyatakan, Suparta meninggal pada pukul 18.05 WIB saat menjalani penanganan intensif di instalasi gawat darurat rumah sakit tersebut.
Riwayat Suparta sebagai Narapidana Korupsi Besar
Suparta adalah mantan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), salah satu tokoh sentral dalam kasus korupsi besar yang merugikan negara hingga triliunan rupiah dalam pengelolaan komoditas timah di bawah PT Timah Tbk, selama periode 2015 hingga 2022. Ia sebelumnya menjalani masa hukuman sebagai warga binaan di Lapas Kelas II A Cibinong, Jawa Barat.
Kasusnya termasuk salah satu yang mencengangkan karena nilai kerugian negara yang sangat besar. Vonis awal terhadap Suparta adalah 8 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar dan subsider 6 bulan kurungan. Namun, pada Februari 2025, vonis tersebut diperberat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 19 tahun penjara dan subsider hukuman tambahan jika uang pengganti tidak dibayar diperpanjang menjadi 10 tahun penjara.
Kondisi Kesehatan Memburuk Jelang Wafat
Menurut Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, Suparta sempat mengeluhkan kondisi kesehatannya kepada petugas lapas. Dua kali ia menjalani pemeriksaan di klinik lapas atas inisiatif pribadi, namun saat itu belum terdeteksi penyakit serius.
Namun, pada Senin sore, kondisi kesehatannya menurun drastis. Ia langsung dilarikan ke RSUD Cibinong dalam keadaan sadar. Sayangnya, nyawanya tak tertolong ketika mendapat perawatan intensif di IGD, dan dokter menyatakan ia meninggal karena serangan jantung.
Setelah dinyatakan meninggal, jenazah Suparta langsung diserahkan kepada pihak keluarga di rumah sakit.
Bagaimana Nasib Uang Pengganti Triliunan Rupiah?
Meski Suparta telah wafat, pertanyaan besar muncul soal tanggung jawab pembayaran uang pengganti sebesar Rp4,57 triliun yang dijatuhkan oleh pengadilan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menegaskan bahwa meski status pidana atas nama Suparta otomatis gugur sesuai Pasal 77 KUHP, hal tersebut tidak serta-merta menghapus kewajiban pengembalian kerugian negara.
Harli menjelaskan, berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jika seorang terdakwa meninggal dunia, maka jaksa penuntut umum akan menyerahkan berita acara persidangan kepada jaksa pengacara negara. Tujuannya adalah untuk melanjutkan proses gugatan perdata terhadap ahli waris guna menagih kerugian keuangan negara.
Namun demikian, Harli menegaskan bahwa penuntut umum masih akan mengkaji proses hukum selanjutnya, termasuk melihat secara saksama apakah gugatan tersebut layak diteruskan dan bagaimana status harta peninggalan Suparta.
Proses Hukum Terakhir Sebelum Meninggal
Sebelum meninggal, Suparta masih menjalani proses kasasi di Mahkamah Agung setelah menyatakan tidak puas dengan vonis banding yang memperberat hukumannya. Informasi ini dikonfirmasi oleh Kejaksaan Agung. Namun hingga ia wafat, keputusan kasasi belum diterbitkan.
Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian mengenai bagaimana kelanjutan perkara secara hukum. Namun, secara yuridis, pihak kejaksaan akan tetap berupaya memulihkan kerugian negara melalui jalur perdata jika memungkinkan.